Selasa, 29 Oktober 2013

AneBanG

Print Friendly and PDF AneBanGhttp://www.bekasikota.go.id
Print Friendly and PDF
http://www.bekasikota.go.id

MENGHITUNG PELUANG PENYEDIAAN 50.000 LAPANGAN KERJA DI KOTA BEKASI

Print Friendly and PDF
Oleh : H. CARDIMAN, SP., MP. *)



Dalam teori ekonomi makro, unemployment (pengangguran) merupakan bagian penting dari faktor-faktor utama dalam analisis ekonomi suatu daerah/wilayah.   Faktor utama lainya antara lain: pertumbuhan ekonomi (LPE), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan penduduk (LPP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), inflasi dan kebijakan moneter.
Secara ekonomi, pengangguran berkaitan erat dengan ketersediaan lapangan kerja.  Sedangkan ketersediaan lapangan kerja berkorelasi erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah.  Jadi apabila suatu daerah mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, maka sudah bisa dipastikan bahwa ketersediaan lapangan kerja daerah tersebut tinggi pula.  Begitu juga sebaliknya, bila laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah rendah, maka kedersediaan lapangan kerja di daerah tersebut sangat terbatas.

Mungkinkah Program Penyediaan 50.000 Lapangan Kerja di Kota Bekasi Bisa Tercapai?
Untuk menjawabnya diperlukan beberapa analisis, salah satunya analisis ketenagakerjaan.  Analisis ini merupakan salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan ketersediaan lapangan kerja, serapan tenaga kerja, forcase kebutuhan tenaga kerja dan segala hal yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. 

Berdasarkan kajian ketenagakerjaan yang telah dilakukan oleh penulis saat bekerja di Bappeda Kota Bekasi tahun 2010, bahwa penyerapan tenaga kerja (TK) dapat dihitung dengan cara membandingkan antara selisih tenaga kerja (∆TK) dari penyerapan tenaga kerja pada tahun t (TKt) dan penyerapan tenaga kerja pada tahun t-1 (TKt-1) dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE).

Formula perhitungannya sebagai berikut:
Penyerapan TK =  ∆TK / LPE; dimana:
∆TK  : Selisih dari penyerapan tenaga kerja pada tahun t (TKt) dan penyerapan tenaga kerja pada tahun t-1 (TKt-1) atau  (TKt) - (TKt-1).
LPE : Laju Pertumbuhan Ekonomi.

Formula perhitungan penyerapan tenaga kerja di atas dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja.  Artinya seberapa banyak tenaga kerja yang dapat terserap untuk setiap kenaikan 1%  LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi).

Dari hasil kalkulasi data pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan yang dirilis oleh Biro Pusat Statistik Kota Bekasi selama tahun 2005-2010 diperoleh rata-rata selisih penyerapan  tenaga kerja ∆TK  = 95.313 tenaga kerja  dan rata-rata pertumbuhan ekonomi LPE = 5,50% sehingga penyerapan tenaga kerja per 1% LPE (TK) = 17.323 tenaga kerja.  Artinya setiap pertumbuhan ekonomi 1% dapat menyerap tenaga kerja atau menyediakan lapangan kerja sebanyak 17.323 tenaga kerja.

Merujuk pada hasil perhitungan di atas, bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun 5,50% dengan demikian lapangan kerja yang akan tersedia sebanyak 5,50 x 17.323 = 95.276,50 lapangan kerja per tahun.  Bila masa kepemimpinan walikota dan wakil walikota untuk satu periode adalah lima tahun, maka Walikota Dr. H. Rahmat Effendi dan Wakil Walikota H. Ahmad Syaikhu akan mampu menyediakan lapangan kerja sebanyak 476.382,5 lapangan kerja per lima tahun.  Ini berarti capaian kinerjanya (dalam bidang penyediaan lapangan kerja) akan mencapai 952,77%.  Wow....luar biasa sekali!!.



Sektor Ekonomi Riil
Biro Pusat Statistik merilis ada 11 sektor usaha di Kota Bekasi yang dapat mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan serapan tenaga kerjanya yaitu pelayanan kesehatan, lembaga pendidikan, perdagangan, hotel, keuangan, industri pengolahan, jasa perusahaan, restoran, pariwisata/hiburan, bangunan/property dan jasa-jasa lainnya. 

Industri pengolahan merupakan jenis usaha yang porsi menyerapan tenaga kerjanya paling besar yakni 68,71% disusul usaha perdagangan, jasa perusahaan dan pelayanan kesehatan masing-masing menyerap tenaga kerja 13,84%, 6,03% dan 5,39%.  Sedangkan jenis usaha yang paling sedikit serapan tenaga kerjanya yaitu bangunan/property dan pariwisata/hiburan masing-masing 0,25% dan 0,19%.

Selain 11 sektor usaha di atas, perekonomian Kota Bekasi selama ini ditopang oleh sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi.  UMKM unggulan Kota Bekasi yang selama ini menjadi penggerak perekonamian lokal, diantaranya : UMKM boneka, furniture, handycraft, ikan hias, konveksi, makanan dan minuman, petrnakan, sepatu/sandal, dan tanaman hias.  Serapan tenaga kerja dari sektor UMKM-UMKM tersebut mencapai 2.131 tenaga kerja.  Sedangkan serapan tenaga kerja sektor koperasi mencapai 1.666 tanaga kerja yang tersebar di 520 koperasi.

Akselerasi Penyediaan Lapangan Kerja
Paparan di atas menunjukkan bahwa penyediaan lapangan kerja bagi 50.000 orang bukan merupakan omong kosong atau hoak belaka.  Secara akademis bisa dibuktikan bahwa dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,50%, Kota Bekasi bisa menyedikan lapangan kerja sebanyak 95.276,50 lapangan kerja per tahun. 

Namun demikian, untuk lebih memperluas dan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja, maka diperlukan upaya-upaya perbaikan dan percepatan (acceleration) terhadap hal-hal yang paling mendasar bagi terciptanya iklim usaha yang kondusif.

Dengan terciptanya iklim usaha yang kondusif maka akan menarik investor untuk berinvestasi di Kota Bekasi.  Dampaknya investasi akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi.  Pertumbuhan ekonomi tinggi, maka ketersediaan lapangan kerja menjadi lebih banyak.

Untuk mewujudkan terciptanya iklim usaha yang kondusif, maka hal-hal mendasar yang perlu dilakukan Pemerintah Kota Bekasi antara lain : (1) Peningkatan dan perbaiakan pelayanan perizinan, (2) kaji ulang perda dan perwal yang tidak mendukung bagi terciptanya iklim usaha yang kondusif, (3) Terapkan sistem insentif dan disentif, (4) Perbaikan infrastruktur jalan dan utilitas kota, (5) Penyediaan SDM sesuai kebutuhan lapangan kerja melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan ketrampilan kerja, (6) Memperkuat kebijakan usaha bagi UMKM dan koperasi, dan (7) Mengoptimalkan penggunaan dana bergulir bagi UMKM dan koperasi.

Bila langkah-langkah di atas dapat dilaksanakan, pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi dapat melampaui LPE nasional dan Kota Bekasi akan menjadi kota yang “maju” dan “sejahtera” di bidang ekonomi sebagaimana visinya yaitu “Bekasi Maju, Sejahtera dan Ihsan”.


*)  penulis adalah Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor.

KONTRAVERSI BATAS USIA PENSIUN PNS

Print Friendly and PDF
Oleh : H. CARDIMAN, SP., MP.
(Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor)

Menjelang masa pensiun beberapa pejabat eselon II di Pemerintah Kota Bekasi,  batas usia pensiun (BUP) PNS mulai banyak yang mempertanyakan kembali.  Meskipun, berdasarkan peraturan (UU dan PP) tidak ada perubahan mendasar mengenai BUP yakni masih tetap 56 tahun. 

Secara teoritis, batas usia pensiun (BUP) adalah batas usia dimana seorang manusia dianggap sudah tidak produktif lagi. Penentuan BUP didasarkan kepada  angka harapan hidup masyarakatnya. Di setiap negara mempunyai angka harapan hidup (usia harapan hidup/UHH) yang berbeda-beda. Berdasarkan daftar UHH yang dirilis oleh CIA world Factbook PBB bahwa UHH penduduk dunia (tahun 2011) rata-rata 66,5 tahun.

Negara Monako, Macau dan San Marino masyarakatnya memiliki UHH tertinggi di dunia masing-masing 89,7 tahun, 84,4 tahun dan 83 tahun sehingga menduduki peringkat 1, 2 dan 3 dari daftar UHH dunia.  Sedangkan negara yang masyarakatnya memiliki UHH terendah yakni Zambia, Angola dan swaziland masing-masing 38,6 tahun, 38,2 tahun dan 31,8 tahun  dan menduduki peringkat terakhir masing-masing 189, 190 dan 191. Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 108 dengan UHH 70,7 tahun.

 Batas usia pensiun bagi pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia sesungguhnya telah diatur dengan undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.  Operasionalnya diatur melalui Peraturan Pemerintah RI nomor 32 tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.  Dalam pasal 3 peraturan pemerintah tersebut disebutkan bahwa batas usia pensiun bagi PNS adalah 56 tahun.

Pada saat peraturan pemerintah tersebut diterbitkan, usia harapan hidup masyarakat Indonesia ada dikisaran antara 55-57 tahun.  Lima belas tahun kemudian, yakni tahun 1994 usia harapan hidup masyarakat Indonesia meningkat menjadi 63,6 tahun dan pada tahun 2011 meningkat kembali menjadi 70,7 tahun. 

Kalau dikomparasikan  antara UHH dengan BUP, pada saat UUH masyarakat Indonesia mencapai 57 tahun, maka BUP ditetapkan 56 tahun.  Sedangkan pada saat sekarang, dimana UHH sudah mencapai 70,7 tahun, apakah BUP-nya masih tetap 56 tahun atau sudah berubah menjadi 60, 62, 65 atau 70 tahun!

Mengapa BUP menjadi kontraversi?
Sebenarnya aturan BUP PNS sudah cukup jelas.  Sebagaimana tertuang dalam pasal 3 PP nomor 32 tahun 1979 dan perubahan-perubahannya.  Mulai dari perubahan pertama pada tahun 1994, perubahan kedua tahun 2008, perubahan ketiga tahun 2011 dan  pada bulan Maret 2013 dilakukan kembali perubahan yang keempat melalui peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2013.  Serta dikuatkan dengan Surat Edaran (SE) dari Meteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) nomor SE/04/M.PAN/03/2006 dan Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor K.26-30/v.80-9/99.

Dari kelima PP tersebut dan dikuatkan pula dengan SE-MENPAN serta keputusan kepala BKN, intinya adalah mengatur BUP PNS pada usia 56 tahun dan dapat diperpanjang hingga 60 tahun bagi pejabat yang menduduki jabatan stuktural eselon I dan II.

Menurut hemat kami, aturan tentang BUP ini sudah cukup jelas, tetapi mengapa masih banyak orang yang tetap mempertanyakannya?  Tampaknya pertanyaan itu mencul karena adanya beberapa faktor yang melatarbelakanginya, antara lain : 1) Adanya informasi-informasi baru seputar reformasi birokrasi, tepatnya adanya Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) dan 2) Adanya kewenangan tertentu dari pembina kepegawaian untuk  perpanjangan usia pensiun bagi pejabat yang menduduki jabatan eselon II.

Memang dalam pasal 89 RUU ASN dinyatakan bahwa usia pensiun bagi Jabatan Administrasi 58 tahun dan bagi Jabatan Eksekutif Senior 60 tahun.  Diuraikan pula bahwa yang dimaksud Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen kebijakan pemerintahan, dan pembangunan.  Sedangkan Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan.  Tetapi sampai saat ini UU ASN masih berupa rancangan dan belum disahkan menjadi undang-undang.  Sehingga BUP 58 tahun masih menjadi wacana belaka.

Kemudian mengenai kewenangan pembina kepegawaian untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang usia pensiun pejabat eselon II, memang sangat bersifat subyektif.  Karena kriteria-kriteria yang tertuang dalam PP-nya juga bersifat kualitatif dan bukan bersifat kuantitatif, sehingga tolok ukurnya menjadi subjektif. 

Persyaratan untuk memperpanjang usia pensiun bagi pejabat eselon II ada empat point yaitu 1) Memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi, 2) Memiliki kinerja yang baik, 3) Memiliki moral dan integritas yang baik, dan 4) Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan keterangan dokter.  Tampak sekali, keempatnya bersifat sangat normatif.
Dari keempat point tersebut  kalau kita uji satu per satu, misalnya point pertama “memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi”.  Setiap pejabat eselon II dengan pengalaman kerja lebih dari 30 tahun apakah dia tidak memiliki pengalaman dan keahlian?  Jawabannya pasti “memiliki”.  Jadi untuk point pertama semua pejabat eselon II berhak untuk diperpanjang BUP-nya.

Selanjutnya untuk point kedua yaitu memiliki kinerja yang baik.  Selama ini kinerja PNS diukur melalui DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) dan nilai DP3 setiap PNS selalu baik dan meningkat.  Jadi untuk kriteria poin kedua juga semua pejabat eselon II berhak untuk diperpanjang BUP-nya.

Kemudian untuk point ketiga yakni memiliki moral dan integritas yang baik.  Tolok ukur seorang PNS memiliki moral dan integritas yang baik adalah yang bersangkutan tidak tersangkut masalah hukum dan masalah sosial.  Sepanjang pejabat eselon II tersebut tidak tersangkut dengan masalah hukum dan masalah sosial, maka yang bersangkutan juga berhak untuk diperpanjang BUP-nya.

Persyaratan yang terakhir yaitu sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan keterangan dokter.  Untuk point ini, apabila pejabat eselon II tidak sehat secara fisik tanpa keterangan dokterpun biasanya mudah diketahui.  Bila demikian yang bersangkutan tidak berhak untuk diperpanjang BUP-nya.  Tetapi bagi pejabat eselon II yang benar-benar sehat jasmani rohani maka dia berhak untuk diperpanjang BUP-nya.


Kelihatan dengan sangat jelas bahwa keempat persyaratan tersebut yang membuat kewenangan pembina kepegawaian dalam menetapkan untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang BUP-nya menjadi sangat sangat subjektif.  Hal ini rupanya yang dapat memunculkan kembali pertanyaan-pertanyaan mengenai BUP.

MEMBANGUN PERADABAN BIROKRASI

Print Friendly and PDF
Oleh : CARDIMAN, SP, MP *)



Dalam setiap kesempatan apel pagi dan rapat-rapat dinas, Dr.H.Rahmat Efendi Walikota Bekasi yang terpilih lewat Pemilukada satu kali putaran dengan perolehan suara 43,87%  selalu mengatakan bahwa untuk membangun Kota Bekasi ke depan harus dengan “peradaban” melalui perubahan budaya, perilaku dan pola pikir seluruh aparatur Pemda Kota Bekasi.

Pertanyaannya adalah peradaban seperti apa yang diinginkan oleh orang nomor 1 (satu) Kota Bekasi yang biasa dipanggil Bang Pepen tersebut agar bisa diaplikasikan dan diikuti oleh seluruh aparatur Pemda Kota Bekasi.  Apakah yang dimaksud adalah peradaban suku maya, peradaban mesir kuno, peradaban yunani,  peradaban barat, peradaban timur, peradaban islam atau peradaban lainnya?

Untuk memahami hal tersebut, kita coba telisik makna kata “peradaban”.  Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,  peradaban berasal dari kata “adab” artinya budi pekerti yang halus, akhlak yang baik, budi bahasa, kesopanan.  Sedangkan per-adab-an mengandung arti : 1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin. 2) hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayan suatu bangsa. 

Disamping itu, peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang berasal dari kata civil (warga kota) dan sivitas (kota; kedudukan warga kota). Dalam beberapa literatur biasanya peradaban juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan.  Menurut Samuel Phillips Huntington (1996) dalam karyanya The Clash of Civilizations,  bahwa peradaban mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan.   

Sementara itu berdasarkan  Wikipedia Indonesia, peradaban memiliki keterkaitan yang erat dengan manusia atau masyarakat.  Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang "kompleks" dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman. Anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.

Dalam hal ini, peradaban adalah kebudayaan yang memiliki nilai yang tinggi dan halus. Kelahiran peradaban sangat ditentukan oleh faktor geografis atau bentuk muka bumi. Pada umumnya, peradaban lahir di lembah sungai atau di daerah-daerah yang subur, daerah yang memungkinkan memberikan kehidupan bagi manusia. Di daerah tempat lahirnya peradaban akan timbul suatu sistem kemasyarakatan, sistem kekuasaan, bangunan-bangunan hasil kebudayaan, sistem mata pencaharian hidup, ilmu pengetahuan, dan teknologi.  Semuanya itu tumbuh sebagai hasil dari cipta rasa dan karsa manusia yang menempati suatu wilayah tertentu. Bentuk-bentuk dari peradaban tersebut berkembang dalam suatu kurun tertentu.  Bahkan peradaban suatu wilayah dapat menyebar dan mempengaruhi kehidupan wilayah lainnya.

Budaya Kerja Birokrasi
Budaya kerja birokrasi selama ini dikenal masyarakat luas sebagai budaya kerja yang lamban, berbelit-belit dan tidak efesien.  Hal demikian terjadi di hampir seluruh tingkatan pemerintahan baik di tingkat daerah maupun pusat.  Sehingga beberapa waktu yang lalu, Gubernur DKI Jakarta dengan terpaksa harus merotasi jajaran pejabat terasnya hanya karena agar para pejabat tersebut dapat mengikuti rithme pola kerja Gubernurnya yang cepat, tidak muter-muter dan efesien.  Bahkan untuk mendapatkan pejabat yang kapabel dalam pelayanan publik, Gubernur yang akrab dipanggil Jokowi telah mewacanakan “lelang jabatan” bagi jabatan lurah dan camat bahkan juga  untuk jabatan kepala dinas. 

Dengan langkah-langkah inovatif yang telah dilakukan oleh Gubernur yang belakangan sering dijuluki Joko Wow, maka diharapkan kesan etos kerja birokrasi seperti yang telah disebutkan di atas akan berubah menjadi etos kerja birokrasi yang cepat, efesien dan inovatif.  Slogan salah satu kontestan pemilu presiden 2009, “lebih cepat lebih baik” mungkin sangat pas untuk menggambarkan etos kerja birokrasi dalam pelayanan publik di masa depan.

Mungkinkah hal seperti itu terjadi pada daerah-daerah lain?  Jawabannya hanya Allah SWT yang tahu, tetapi kalau melihat kecenderungan (trend) dunia dalam tata kelola pemerintahan maka apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta akan menjadi trend baru di Indonesia dan akan memberikan efek domino bagi gubernur-gubernur  yang lain dan para bupati dan walikota di daerah lain.

Pertanyaan selanjutnya adalah kalau di pemda Kota Bekasi bagaimana?  Jawabannya adalah seperti diulas dalam kalimat pembuka artikel ini, bahwa Walikota Bekasi yang belum lama dilantik untuk masa jabatan 2013-2018 sangat konsen untuk mendorong  perubahan paradigma budaya kerja aparatur di lingkungan pemda Kota Bekasi sebagaimana dapat dilihat dari statemen-statemen yang sering disampaikan baik saat memimpin apel maupun rapat-rapat dinas. 

Kalau kita merujuk pada prinsip hidup salah seorang  Wakil Presiden RI, H.M. Yusuf Kalla dalam buku biografinya  “JK Ensiklopedia”  bahwa bekerja adalah pengabdian.  Dan dalam agama Islam dinyatakan bahwa bekerja dengan ikhlas adalah ibadah.   Untuk itu, wajib hukumnya bagi para pejabat birokrasi untuk terus bekerja, bekerja dan bekerja agar tercipta budaya kerja yang  efesien dan inovatif sehingga dapat berkontribusi bagi terwujudnya suatu peradaban baru yaitu peradaban birokrasi

*)  penulis adalah Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor.


PERJALANAN UMROH : BLACK MARKET RUPIAH DI TANAH MADMAK (MADINAH MAKKAH)

Print Friendly and PDF
Oleh : H. CARDIMAN, SP., MP.
(Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor)

Hari senin 29 April 2013 pukul 17.45 wib pesawat airbus dari perusahaan penerbangan Emirates dengan nomor penerbangan EK 802 take of dari Bandara International Soekarno-Hatta menuju Jeddah.   Setelah 11 jam mengudara dan transit di Dubai, menjelang subuh pesawat tersebut landing di ladasan Bandara International King Abdul Aziz Jeddah.

Saat rombongan kami yang berjumlah 20 orang datang bersama rombongan lain dengan pesawat yang sama, suasana Bandara King Abdul Aziz masih lengang.  Tiba-tiba ada dua orang laki-laki arab memakai pakaian model negara Timur Tengah lengkap dengan sorban dan kain gamis menghampiri kami menawarkan voucer perdana jaringan telepon selular operator mobily, Zain, KSA, STC, Al-Jawal, du, atau jaringan telpon lokal arab lainnya.  Mereka menawarkan voucer  telpon kartu perdana isi 30 SR (Saudi Riyal) hanya dibayar dengan Rp. 100.000.  Meraka tidak minta dibayar dengan uang riyal, tetapi mereka minta dibayar dengan uang rupiah, uang seratur ribu rupiah bukan uang pecahan.

Setelah mengambil miqot, memakai pakaian ihrom dan membaca niat umroh di Jeddah, rombongan langsung menuju Kota Makkah untuk melaksanakan ibadah umroh.  Seperti biasa ritual ibadah umroh didahului dengan membaca niat umroh di tempat miqot, kemudian melaksanakan thowaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran.  Dilanjutkan dengan shalat sunat thowaf dua rakaat di belakang Maqom Ibrahim dan minum air zam-zam.  Selanjutnya melaksanakan sa’i dengan cara berjalan menaiki dan menuruni bukit Shofa dan Marwah sebanyak tujuh kali.  Selesai itu, bertahalul atau mencukur/menggunting beberapa helai rambut kepala.  Selepas tahalul, maka usailah sudah ritual ibadah umroh.

Prosesi ritual  ibadah umroh mulai dari thowaf sampai tahalul umumnya dikerjakan selama dua sampai tiga jam.  Setelah itu acara bebas, artinya acara selama di Makkah tidak lagi dipandu oleh seorang pemandu dari travel melainkan ditentukan oleh masing-masing individu atau kelompok-kelompok kecil.  Acara bebas yang mereka gemari umumnya memperbanyak ibadah di Masjidil Harom dan shoping.

Rupiah Alat Transaksi Jual Beli di Kota MadMak
Bagi ibu-ibu dan bapak-bapak yang suka shoping atau paling tidak hanya belanja untuk sekedar oleh-oleh pulang dari umroh, belanja dengan menggunakan uang rupiah sama mudahnya dengan uang riyal.  Mulai dari pedagang kaki lima yang banyak menggelar dagangannya di lorong-lorong jalan menuju Masjidil Harom dan Masjid Nabawi sampai pertokoan mewah yang pakai  credit card juga semua menerima transaksi dengan mata uang rupiah.  Namun tidak semua pecahan mata uang rupiah mereka mau terima, hanya pecahan Rp.100.000 atau Rp. 50.000 saja yang mereka inginkan. 

Kemudahan berbelanja juga ditunjang dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam transaksi jual-beli.  Hampir semua pedagang dari timur tengah baik orang kulit hitam Afrika maupun kulit berwarna dari Turki atau Afganistan selalu mencoba menawarkan barang dagangannya dengan menggunakan bahasa Indonesia.  Apalagi pedagang di toko-toko besar, hampir dipastikan ada pelayannya yang bisa berbahasa Indonesia. Walaupun bahasa Indonesia yang mereka gunakan terkadang cukup lucu tertengar di telinga, tetapi cukup komunikatif untuk dijadikan bahasa pengantar  transaksi jual-beli. Jadi, Kota Makkah dan Madinah benar-benar merupakan sorga belanja bagi orang Indonesia.

Kemudahan bertransaksi dengan mata uang rupiah juga diakui oleh orang-orang Afrika Selatan, India, Turki, Dubai dan Pakistan bahwa mata uang rupiah dapat ditransaksikan dengan mudah untuk keperluan sehari-hari buat beli roti, susu, pisang dan buah-buahan lainnya.

Kondisi sebaliknya bila kita masuk ke tempat penukaran uang resmi (Money changer).  Saat datang ke tempat itu, kita akan dibuat bingung.  Kenapa? Karena di sana tidak tampak sedikitpun atribut-atribut dari negara kita Indonesia, jangankan nilai kurs rupiahnya,  lambang benderanya juga tidak tampak sama sekali.  Sementara itu mata uang tetangga negara kita seperti Malaysia, Pakistan, Thailand dan India masing-masing ada bertengger di papan money changer.  Miris rasanya melihat kondisi seperti ini.  Mata uang rupiah yang dengan mudahnya dipergunakan sebagai alat transaksi jual beli di dua Kota Tanah Harom, ternyata kursnya tidak dijual belikan secara legal.  Melainkan hanya didapatkan di tempat-tempat penukaran uang yang tidak resmi alias illegal market atau black market.

Di money changer yang resmi juga sebenarnya mata uang rupiah bisa ditukar dengan mata uang riyal, tetapi karena tidak ada di papan kurs maka kita perlu beberapa kali tanya dan konfirmasi untuk memastikan berapa nilai tukar sebenarnya mata uang rupiah terhadap mata uang riyal.  Kalau petugas money changer yang ditanya kebetulan jujur, maka dia akan menjawab yang sebenarnya.  Namun bila dia tidak jujur maka nilai kurs rupiah pun akan selalu berfluktuasi.

Tampaknya kebijakan pemerintah untuk memotong atau menyederhanakan nilai mata uang rupiah menjadi lebih kecil dengan tanpa mengubah nilai tukarnya (redenominasi), dalam konteks ini perlu didukung penuh.  Dengan pemotongan tiga digit, maka yang semula bernilai Rp.1.000.000 menjadi Rp.1.000.  Dengan demikian, kalau sekarang kurs mata uang riyal 1 SR sama dengan Rp.2.700, maka kelak akan menjadi 1 SR sama dengan Rp.2,7.


Dengan kebijakan redenominasi berarti sekaligus akan menguatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain.  Artinya nilai mata uang negara kita sejajar dengan mata uang negara-negara lain di Asia, Eropa, Afrika maupun Amerika.  Dan yang lebih penting bendera Merah Putih dan kurs mata uang rupiah akan terpampang di papan money changer legal di dua Kota Harom yaitu Kota Makkah dan Madinah.  Kalau sudah demikian, rasanya harga diri dan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia akan semakin melambung tinggi. Bangga karena derajat bangsa kita sama dengan bangsa lain.

NILAI EKONOMI DARI TRADISI MUDIK DAN BERBAGI

Print Friendly and PDF
Oleh : H. CARDIMAN, SP, MP*)

Pada H-1 jalur Pantura Indramayu sudah mulai lengang.  Kendaraan pribadi dan bus umum sudah dapat memacu kecepatannya secara normal di atas 80 km/jam.  Hanya beberapa rombongan kecil para pemudik dengan sepeda motor terlihat bergerombol di sekitar SPBU untuk mengisi BBM dan istirahat melepas lelah.  Seperti biasa sepeda motor mereka tampak keberatan beban muatan dengan empat orang penumpang, dua orang dewasa dan dua orang anak-anak, ditambah lagi sebuah tas ransel di bagian depan dan dua buah kardus di bagian belakang yang diberi tambahan papan yang diikat pada bagian jok belakang sepeda motor mereka.

Padahal jalur ini pada H-5 dan H-4 telah dipadati pemudik hingga menimbulkan kemacetan yang sangat panjang hingga mencapai lima kilo meter.  Sehingga petugas Polantas di gerbang tol Cikampek harus memberlakukan kebijakan buka-tutup jalur pantura untuk mengurangi kemacetan di jalur utara tersebut.
Sesampai di kampung halaman dan setelah melepas penat, para pemudik umumnya langsung menjambangi kedua orang tuanya, saudara-saudara dan kerabat dekatnya sambil tidak lupa membagi-bagikan bingkisan yang dia bawa dari kota dan kegembiraan pun terpancar dari wajah-wajah mereka.

Berbagi merupakan salah satu faktor pendorong (push) hingga seseorang memilih memutuskan untuk pergi mudik daripada harus tetap tinggal di kota.  Karena pada saat berbagi, yang muncul adalah perasaan kolektif kebahagiaan, kehangatan dan kebersamaan.
Banyak pengamat memprediksi, bahwa arus mudik tahun 2013 diperkirakan mencapai 30 juta orang dan masing-masing membawa uang tunai rata-rata 3 juta rupiah.  Sehingga uang yang turut serta bersama para pemudik mencapai 90 triliyun.  Apabila 60% dari penduduk Kota Bekasi juga pergi mudik, maka 4,5 triliyun rupiah uang tunai yang ikut menggelontor mengalir ke daerah bersamaan dengan perginya para pemudik.  Nominal itu cukup besar, nilainya 1,5 kali APBD Kota Bekasi.  Apabila dipergunakan untuk menurap tanggul kali Bekasi yang kerap jebol dan sering membanjiri perumahan Pondok Gede Permai, uang itu masih akan berlebih. Bahkan bisa juga untuk membangun fly over Bulak Kapa, memperlebar jalan Pekayon-Pondokgede dan memperbaiki jalan-jalan yang rusak untuk mengurangi kemacetan.

Pertanyaannya adalah mampukah uang para pemudik mengakselerasi perputaran ekonomi di daerah dan berapa lama uang tersebut dapat bertahan di daerah? 

Secara teoritis, adanya aliran uang tunai ke daerah mengakibatkan peningkatan perputaran ekonomi di daerah teresebut.  Para pemudik pada saat di perjalanan banyak yang istirahat di rest area dan warung-warung sepanjang jalan, mereka membeli makanan dan minuman sebelum melanjutkan perjalanannya.  Sesampai di kampung halaman mereka pun berbelanja makanan lokal dan membeli oleh-oleh khas daerah untuk dibawa pulang balik ke kota.  Pendek kata, uang bekal para pemudik dihabiskan semua di kampung halaman dan selama di perjalanan. Dengan demikian volume uang tunai di daerah menjadi meningkat dan perputaran ekonomi juga ikut bergerak lebih cepat.

Namun percepatan perputaran ekonomi di daerah tersebut bisa diprediksi tidak akan berlangsung lama.  Karena setelah satu minggu selesai lebaran persediaan kebutuhan pokok harian rumah tangga di desa-desa dapat dipastikan sudah menipis bahkan mungkin ada yang sudah habis sama sekali.  Minyak goreng habis, tabung gas 3 kg sudah kosong, sabun cuci, sabun mandi dan perlengkapan mandi lainya juga sudah habis serta makanan instan produk mie juga sudah tidak bersisa.  Semua kebutuhan tersebut mesti dibeli di minimarket-minimarket yang saat ini sudah  menjamur di desa-desa.  Belum lagi, awal bulan berikutnya harus membayar tagihan listrik dan sebagaian juga membayar tagihan PDAM. 

Minimarket yang ada di desa-desa tersebut sesungguhnya merupakan perpanjangan tangan dari pemilik modal besar yang tinggal di kota.   Sehingga setiap akhir bulan akan ada aliran dana dari minimarket-minimarket yang tersebar di desa-desa ke kantor pusatnya yang ada di kota. Aliran dana tersebut hampir berbarengan dengan mengalirnya dana dari PLN kabupaten ke PLN wilayah dan pusat.  Dengan demikian telah terjadi siklus aliran uang dari kota ke desa dan kembali lagi ke kota.

Siklus tersebut terjadi mulai minggu ketiga setelah lebaran sehingga perputaran ekonomi daerah pada minggu ketiga tersebut diperkirakan sudah tidak sekencang pada minggu-minggu menjelang dan setelah lebaran.  Dan empat minggu berikutnya, yakni tujuh minggu setelah lebaran sudah bisa dipastikan perputaran ekonomi di daerah akan berjalan normal kembali seperti biasa.

Bagaimana Mempertahankan Akselerasi Perputaran Ekonomi Daerah?
Upaya untuk mempertahankan perputaran ekonomi daerah agar tetap tinggi merupakan tugas berat bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta stakeholders pembangunan baik di tingkat daerah maupun di pusat.

Dengan ilustrasi siklus aliran ekonomi yang terjadi saat menjelang dan setelah lebaran sebagaimana di ungkap di atas, maka untuk memperlambat atau bahkan menghambat laju aliran dana agar tidak cepat lari ke kota-kota diperlukan strategi dan kebijakan ekonomi yang komprehensif.

Kebijakan ekonomi yang pro rakyat kecil merupakan jawabannya.  Meskipun terdengar klasik, namun tetap aktual untuk diterapkan.  Pemerintah Pusat melalui APBN dapat meningkatkan alokasi anggaran yang cukup untuk peningkatan sarana prasarana produksi di daerah. Baik berupa produksi pangan maupun produksi kebutuhan pokok non pangan.  Sehingga di desa-desa (daerah) akan muncul keanekaragaman pangan khas daerah dan aneka jenis produk kerajinan yang bercorak kedaerahan. 

Dan untuk memudahkan pemasaran hasil produk tersebut, Pemerintah Daerah melalui APBD agar dapat mengalokasikan anggaran yang memadai untuk merevitalisasi pasar-pasar tradisional sehingga pasar tradisional menjadi pasar yang nyaman dan aman untuk berbelanja maupun berjualan. Dan juga perlu dilakukan penguatan terhadap usaha kios/warung-warung yang tersebar di dalam perkampungan untuk membendung laju pertumbuhan minimarket yang kian menjamur.  Dengan perbaikan tempat-tempat pemasaran tersebut, maka produk-produk pangan dan kerajinan masyakat lokal akan bisa dengan mudah dipasarkan di warung-warung dekat rumah mereka maupun di pasar-pasar tradisional. 

Disamping itu jika masyarakat setempat  membutuhkan minyak goreng, tabung gas 3 kg, mie instan dan kebutuhan pokok lainnya tidak perlu lagi membeli di minimarket-minimarket tetapi cukup bisa diperoleh di kios/warung atau pasar tradisional.  Dengan demikian aliran uang dari daerah ke kota lajunya dapat diperhambat, sedangkan perputaran uang di daerah akan tetap tinggi. Apabila kondisi seperti itu bisa terjadi, maka akan tumbuh ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi di daerah yang pada gilirannya nanti akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

Kemudian, yang paling utama apabila terjadi lagi momen-momen seperti mudik lebaran dimana orang-orang kota atau orang-orang rantau  pulang kampung dengan membawa serta uang tunai, maka uang tersebut dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat di daerah.  Karena uang yang dibawa orang kota tersebut tidak langsung mengalir kembali ke kota, tetapi akan meningkatkan perputaran ekonomi di daerah dan akan menjadi penambah investasi di daerah.

*) Penulis adalah Lulusan Magister Managemen Pembangunan Daerah IPB Bogor dan menjabat sebagai Kabid Akuntansi BPKAD Kota Bekasi.

KEBIJAKAN MOBIL MURAH UNTUK SIAPA?

Print Friendly and PDF

KEBIJAKAN MOBIL MURAH UNTUK SIAPA?
Oleh : H. Cardiman, SP, MP.
(Alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah IPB Bogor)

Setelah Toyota dan Daihatsu melaunching Toyota Agya dan Daihatsu Ayla pada 9 September 2013, beberapa hari kemudian Honda juga mengeluarkan Honda Brio Satya dan Datsun meluncurkan Datsun Go.  Mobil-mobil baru tersebut sebagai respon terhadap kebijakan pemerintah tentang Low Cost Green Car (LCGC) atau yang lebih dikenal dengan mobil murah ramah lingkungan.

Dalam pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013  yang diselenggarakan Jakarta International Expo (JIE) Kemayoran Jakarta Pusat, keempat jenis mobil tersebut sangat laris bak kacang goreng.  Dalam waktu 10 hari saja Daihatsu Ayla sudah terjual 430 unit.

Sebenarnya apa sih “mobil murah ramah lingkungan” itu?  Pertanyaan seperti itu sering terlontar dari masyarakat umum setelah mereka sering menyaksikan di berbagai media masa tentang pro kontra keberadaan mobil LCGC.  Kalau tentang mobil murah, masyarakat sangat paham karena harganya dipatok berkisar 100 juta.  Lebih murah dari mobil baru yang sudah beredar sebelumnya.  Sedangkan untuk ramah lingkungan, pemerintah mensyaratkan penggunaan bahan bakarnya 1:20, artinya setiap satu liter BBM dapat digunakan untuk menempuh jarak 20 Km.  Bahkan mobil LCGC ini diklaim memiliki kandungan komponen lokal sampai 84%.

Pertanyaannya, kenapa pemerintah bersikukuh menerbitkan kebijakan mobil murah dan siapa yang paling diungtungkan dari kebijakan tersebut? 

Pihak yang paling diuntungkan adalah pengusaha, karena mobil LCGC mendapat insentif khusus berupa PPnBM sebesar 0% dan keuntungan lainnya diperoleh dari peningkatan volume penjualan.  Bisa dibayangkan, hanya dalam waktu 10 hari di pameran IIMS 2013, Daihatsu Ayla sudah laku 430 unit. Apalagi kalau mobil-mobil LCGC tersebut sudah dipasarkan secara luas di seluruh wilayah Indonesia.  Pertanyaan selanjutnya adalah para produsen mobil LCGC itu pengusaha asing atau pengusaha nasional?  Jadi yang paling menikmati keuntungan dengan adanya kebijakan mobil murah ternyata pengusaha asing (Jepang).

Pihak yang diuntungkan selanjutnya adalah pemerintah, karena dengan peningkatan volume penjualan mobil LCGC akan menambah pendapatan pajak PPn dan PPh.  Disamping itu dengan meningkatnya kandungan komponen lokal dan peningkatan volume dalam mobil LCGC dan akan meningkatkan penyerapan enaga kerja.  Kemudian dengan rasio 1:20 dapat menghemat BBM.

Namun demikian, peningkatkan volume penjualan mobil LCGC juga dapat menyebabkan pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi dan akan memperparah kemacetan di kota-kota besar.  Selanjutnya, perlu dikaji pula seberapa besar keuntungan pemerintah yang diperoleh dari pendapatan pajak mobil LCGC dibandingkan dengan peningkatan penggunaan BBM bersubsidi dan biaya sosial ekonomi akibat bertambahnya kemacetan lalulintas di jalan raya.
Bagaimana dengan rakyat secara keseluruhan, apakah ikut diuntungkan juga?  Bagi masyarakat kelas menengah tertentu dia bisa diuntungkan, karena dia bisa mampu membeli mobil baru dengan harga sekitar 100 juta.  Tetapi bagi masyarakat umum, kebijakan mobil murah tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka.  Kebijakan tersebut malah akan menciptakan kemacetan-kemacetan baru dan memperparah kemacetan di kota-kota besar.  Secara ekonomi, dampak dari kemacetan mengakibatkan pemborosan penggunaan BBM sehingga menimbulkan high cost terhadap jasa angkutan dan perdagangan secara umum.  Ujung-ujungnya biaya hidup (living cost) menjadi tinggi. 

Serangkaian dampak dari peningkatan living cost yang sangat nyata akan berdampak pada tuntutan peningkatan upah minimum buruh.  Dikhawatirkan penyampaian tuntutannya akan dilakukan dengan cara demo buruh besar-besaran dan anarkis seperti kejadian-kejadian di masa lalu.

Di sisi lain, kebijakan mobil murah bagi masyarakat umum juga mengakibatkan peningkatan penggunaan BBM bersubsidi sehingga peluang dana subsidi untuk bidang pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat pun akan semakin kecil.


Bila kita telaah manfaat dari kebijakan mobil murah, sesungguhnya pemerintah telah membuat kebijakan yang tidak pro kepada masyarakatnya bahkan kepada pemerintah sendiri kebijakan tersebut tidak menguntungkan.  Jadi siapa sebenarnya pembuat kebijakan mobil murah tersebut?