Rabu, 20 November 2013

ADA (KAH) ASA DI KOTA BEKASI

Print Friendly and PDF
Oleh : CARDIMAN
(Kasubid Pemerintahan Bappeda Kota Bekasi) 

Sepuluh Maret merupakan hari keramat bagi masyarakat Kota Bekasi.  Pada setiap tanggal tersebut segenap warga masyarakat Kota Bekasi selalu memperingatinya sebagai “Hari Jadi” Kota Bekasi.  Tahun ini (10 Maret 2011) Kota Bekasi telah genap berusia 14 tahun.  Ibarat anak remaja “ABG” (Anak Baru Gede), usia 14 merupakan usia yang penuh semangat dan energik.  Lincah bergerak kesana kemari serta berkarya dan berkarya dengan penuh semangat.   Hal demikian dapat dilihat dari capaian-capaian prestasi  baik tingkat Provinsi Jawa Barat maupun tingkat Nasional yang telah diraihnya.  

Salah satu prestasi yang paling monumental adalah dianugrahinya Piala Adipura sebagai lambang supremasi di bidang pengelolaan  lingkungan hidup.  Dikatakan monumental karena Piala Adipura tersebut diperoleh melalui proses perjuangan dan pengorbanan yang cukup melelahkan dari seluruh komponen masyarakatnya, mulai dari tahapan sebagai kota  penyandang predikat sebagai “kota terkotor” selama tiga tahun berturut-turut.

Kemudian menerima penghargaan “Piagam Adipura” pada tahun berikutnya selama dua tahun berturut-turut dan dipuncaki dengan diraihnya “Piala Adipura” pada tahun 2010 untuk kategori kota metropolitan.  Prestasi-prestasi tingkat nasional lainya yang telah ditorehkan Kota Bekasi antara lain : penerima Kalpataru dengan kategori sebagai pembina lingkungan, 10 besar tingkat nasional pengelolaan Pos Daya, juara I Bina Lingkungan Keluarga (BLK), juara harapan III Bina Keluarga Balita (BKB), juara III Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR), Piala Citra Pelayanan Prima Tingkat Nasional (SMAN 1 Bekasi), penerima penghargaan Adiwiyata, juara tingkat nasional Penerbitan Internal Kategori Pemerintahan (Majalah Bekasi Kotaku), dan lain-lain.

Potensi Daerah
Letak geografis wilayah Kota Bekasi posisinya hampir sama dengan wilayah Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Bodetabek) lainnya yaitu berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara Repulik Indonesia, Jakarta.  Memiliki wilayah dengan posisi dekat dan berbatasan langsung dengan DKI Jakarta mempunyai keuntungan tersendiri, diantaranya semakin dekat dengan infrastruktur ekonomi/ perdagangan tingkat nasional maupun Internasional seperti pelabuhan ekspor-impor dan bandara internasional.  Sehingga wilayah Bodetabek memiliki daya saing (competitive and comperative advantage) lebih tinggi di bandingkan dengan daerah-daerah lain di luar Bodetabek.  

Sisi negatifnya, bahwa wilayah Bodetabek setiap tahunnya selalu kebanjiran migrasi penduduk dari daerah-daerah Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa.  Migrasi penduduk secara masal umumnya terjadi pada saat setelah lebaran idul fitri.   Bahkan pertumbuhan migrasi penduduk di Kota Bekasi tercatat melebihi laju pertumbuhan penduduk (LPP) berdasarkan kelahiran yaitu hampir mencapai 3% per tahun, sedangkan LPP berdasarkan kelahiran hanya di bawah 1,5% per tahun.  Implikasi dari migrasi penduduk yang berlebihan tersebut juga menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan aspek kependudukan antara lain: masalah ketenagakerjaan, tempat tinggal, air bersih, energi, sampah, sarana rekreasi, tata ruang dan lain sebagainya.

Dari sisi potensi sumber daya alam (SDA), yang membedakan antara wilayah Kota Bekasi dan Wilayah Bodetabek lainnya adalah bahwa Kota Bekasi tidak memiliki potensi SDA seperti pertambangan, pertanian, perikanan laut, perkebunan maupun kehutanan.  Kalau dilihat dari RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), wilayah Kota Bekasi dibagi habis menjadi pusat kota dan sub-sub pusat kota yang didalamnya terdapat pusat perdagangan, jasa, perkantoran, kawasan industri dan industri kreatif, perumahan serta RTH (Ruang Terbuka Hijau) non budidaya.  Proporsi terbesar ketersediaan lahan dalam RTRW tersebut akan digunakan bagi penyediaan perumahan yang luasannya hampir mencapai  60% lebih.  Dalam rencana tata ruang tersebut tidak ada plot untuk kegiatan ekploitasi sumerdaya alam baik untuk kegiatan budidaya pertanian maupun kegiatan lainnya, karena memang Kota Bekasi tidak memiliki potensi untuk kegiatan-kegiatan seperti itu.

Namun demikian, potensi keuangan (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)) yang dimiliki Kota Bekasi cukup bisa diandalkan.  Pada saat Kota Bekasi baru lahir dari rahim Kabuputen Bekasi, tahun 1997/1998, APBD-nya hanya sebesar Rp.31,4 milyar.  Menjelang penerapan otonomi daerah, tahun 2000, APBD Kota Bekasi meningkat menjadi Rp.123,4 milyar.  Setelah penerapan otonomi daerah, tahun 2001, APBD Kota Bekasi meningkat tajam menjadi Rp.362,4 milyar dan pada akhir tahun 2010 APBD-nya meningkat kembali menjadi Rp. 1.748,5 milyar. Begitu juga dengan PAD-nya, pada tahun 1997/1998 tercatat hanya 4,5 milyar, kemudian meningkat menjadi Rp. 51,7 milyar pada tahun 2001 dan meningkat kembali menjadi Rp.310,9 milyar pada akhir tahun 2010.

 Kalau kita perhatikan, bahwa APBD dan PAD Kota Bekasi meningkat tajam setelah penerapan otonomi daerah. Peningkatan APBD berarti akan meningkatkan belanja pemerintah daerah, selanjutnya peningkatan belanja pemerintah daerah akan mendorong terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Hal ini sejalan dengan hasil penelitian penulis (Cardiman) dalam tesis dengan judul “Strategi Alokasi Belanja Publik Untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat”, bahwa penerapan otonomi daerah berpengaruh secara signifikan terhadap indikator kesejahteraan masyarakat yaitu  PDRB per kapita dan Indek Pembangunan Manusia (IPM).  Sementara itu IPM Kota Bekasi setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, tahun 2001 IPM-nya 66,59 kemudian meningkat menjadi 75,48 pada tahun 2005. Selama kurun waktu tersebut Kota Bekasi mampu meningkatkan IPM-nya hingga 9,89 poin.   Posisi IPM Kota Bekasi saat ini berada di peringkat dua di wilayah Jawa Barat dan Bodetabek setelah Kota Depok.

Melihat kenyataan di atas, masyarakat Kota Bekasi pasti akan merasa optimis untuk menatap masa depannya.  Betapa tidak, karena trend pertumbuhan APBD dan PAD cenderung selalu meningkat.  Mereka seakan melihat bahwa masih ada asa di tahun 2011 ini dan di tahun-tahun yang akan datang.

Indikator Makro Ekonomi
Walaupun ada sebagian pakar terutama pakar lingkungan hidup kurang menyetujuinya, namun pengukuran keberhasilan pembangunan daerah/negara melalui instrumen makro ekonomi ini selalu di terapkan baik di tingkat pemerintah daerah, nasional maupun internasional.  Instrumen tersebut antara lain: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB per kapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), tingkat pengangguran terbuka (unemployment), dan persentase penduduk miskin. 

PDRB Kota Bekasi pada tahun1997/1998 tercatat Rp.5,4 triliyun dengan PDRB per kapita Rp.3,8 juta, kemudian meningkat menjadi Rp.10,1 triliyun untuk PDRB tahun 2001 dengan PDRB per kapita Rp.6,3 juta. Selanjutnya pada tahun 2009, PDRB Kota Bekasi meningkat kembali menjadi 31,5 triliyun dengan PDRB per kapita Rp.13,4 juta. Kontribusi PDRB Kota Bekasi terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat sebesar 4,83% dan kontribusi ini lebih besar dari kontribusi rata-rata kabupaten/kota se-Jawa Barat. Sedangkan PDRB per kapita yang ideal adalah $3.000 atau Rp.30 juta (Kurs $1=Rp.10.000).  PDRB per kapita Kota Bekasi ternyata masih jauh dari batas PDRB per kapita ideal.  Apabila PDRB per kapita telah mencapai $3.000 mengindikasikan bahwa masyarakatnya sebagian besar telah berada pada level kelas menengah dan atas.

LPE Kota Bekasi selama dua tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang melambat.  Tahun 2008 hanya tumbuh 5,94% dan pada tahun 2009 pertumuhan ekonominya lebih melambat lagi yaitu hanya tumbuh 4,13%.  Walaupun pada tahun-tahun sebelumnya, tahun 1997/1998 sampai tahun 2007, memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat hingga mencapai 6,44%.   LPE 4,13% merupakan pertumbuhan terendah di wilayah perkotaan se-Jawa Barat dan peringkat ke-23 dari 26 Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat.

Imbas dari perlambatan pertumbuhan ekonomi  tersebut akan berpengaruh langsung terhadap penyerapan  tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan.  Karena setiap kenaikan 1% LPE akan menyerap tenaga kerja sebanyak 17.323 orang (Bappeda Kota Bekasi, 2010).  Sehingga bila kinerja makro ekonominya tidak bisa dijaga agar tetap stabil dan tidak merosot, maka secara pasti dan tinggal tunggu waktu akan terjadi penumpukkan pengangguran yang pada gilirannya akan menambah panjang daftar masyarakat miskin.

Dengan melihat kinerja makro ekonomi selama tiga tahun terakhir, maka sangat wajar bila masyarakat akan bertanya :”Masih adakah asa bagi kami masyarakat Kota Bekasi?”.   Jawabannya, tentunya ada pada para pengambil kebijakan ekonomi pada masing-masing level di Pemerintah Kota Bekasi.  Happy Birthday  Kota-ku tercinta, Kota Bekasi.  Semoga kelak kota-ku menjadi kota yang mandiri, penuh prestasi.


Padurenan, Mustikajaya  Februari 19-2011.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010

Print Friendly and PDF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2010
TENTANG
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

Mengingat    : 1.   Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.   Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.   Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2.   Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya.
3. Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
4.   Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat PSAP, adalah SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif.
5.   Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan.
6.   Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas PSAP.
7.   Buletin Teknis SAP adalah informasi yang berisi penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi pengguna.
8.   SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
9.   SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual.
10. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat KSAP, adalah komite sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang bertugas menyusun SAP.
11. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.

Pasal 2
(1) SAP dinyatakan dalam bentuk PSAP.
(2) SAP dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

Pasal 3
(1) PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis SAP.
(2) IPSAP dan Buletin Teknis SAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan diterbitkan oleh KSAP dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Rancangan IPSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum IPSAP diterbitkan.

BAB II
PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Pasal 4
(1) Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual.
(2) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk PSAP.
(3) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
(4) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 5
(1)  Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
(2)  Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh KSAP sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP. 
(3)  Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh KSAP kepada Menteri Keuangan.
(4)  Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapat pertimbangan.

Pasal 6
(1) Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan yang mengacu pada SAP.
(2) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan.
(3) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan.
(4) Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 7
(1)  Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 8
(1) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dinyatakan dalam bentuk PSAP.
(2) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
(3) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 9
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.   Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
2.   Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan akuntansi pemerintahan sepanjang belum diubah dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 10
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123 0

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri,
Ttd,
SETIO SAPTO NUGROHO

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2010
TENTANG
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

I.      UMUM
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam Lampiran III. Penyusunan PSAP dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti.
Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual.
Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual.
Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan Pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual, Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan dari BPK.

II.    PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP. Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP dan/atau IPSAP.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perubahan” adalah penambahan, penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diperlukan dalam rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan Pemerintah secara nasional.
Ayat (3)
Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan, dalam menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah, gubernur/bupati/walikota mengacu pula pada peraturan daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Peraturan perundang-undangan yang masih relevan dan tidak bertentangan dengan SAP Berbasis Akrual dinyatakan tetap berlaku. Peraturan perundang-undangan yang bertentangan harus dicabut dan/atau disesuaikan. IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang disusun oleh KSAP sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku. Jika terdapat IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini harus dicabut dan/atau disesuaikan.

Pasal 10
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5165

Rabu, 13 November 2013

Menuju Laporan Keuangan Berbasis Akrual

Print Friendly and PDF
Oleh : H. CARDIMAN, SP, MP
(Kabid Akuntansi BPKAD Kota Bekasi)

Jumat Subuh, saya bersama rombongan dari Bidang Akuntansi, Anggaran, Perbendaharaan dan Sekretariat BPKAD bertolak menuju Kota Semarang.  Dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia, rombongan kami tiba di Bandara Ahmad Yani Semarang pukul 6.30 WIB.  Sambil menunggu jam 8.00 WIB, dimana Kantor DPKAD Kota Semarang buka, maka kami menyempatkan diri mampir ke Museum Rangga Warsito untuk melihat-lihat koleksi isi museum tersebut.

Ternyata Museum Rangga Warsito memiliki koleksi benda-benda bersejarah yang cukup lengkap.  Mulai dari beragam batu-batuan berharga, jenis-jenis benda-benda pra sejarah, berbagai keris dan benda-benda budaya peninggalan pada masa jaman kerajaan hindu-budha dan islam, serta diorama perjuangan Pangeran Diponegora hingga perjuangan pergerakan kemerdekaan RI.

Sekitar pukul 8.30 WIB kami sampai di Kantor DPKAD dan diterima oleh salah satu Kepala Seksi pada Bidang Akuntansi dan Kepala Seksi pada Bidang Aset DPKAD Kota Semarang.  Dari penjelasan beliau, bahwa Kota Semarang telah menerapkan acrual basis pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sudah dlakukan sejak penyusunan laporan keuangan tahun 2010.  Jadi sudah tiga tahun yang lalu. Bahkan untuk LKPD tahun 2012, Kota Semarang memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 

 Sementara itu, kabupaten dan kota lain di seluruh Indonesia belum ada yang berani menerapkan acrual basis pada LKPD-nya. Karena memang kelengkapan peraturan teknis dari Kementrian Dalam Negeri untuk penerapan acrual basis sampai saat ini (tahun 2013) masih belum tersedia.  Walupun amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan bahwa penerpan acrual basis pada laporan keuangan pemerintah paling lambat harus sudah dilaksanakan tahun 2014.

Dalam rangka menyiapkan peraturan-peraturan yang lebih teknis di tingkat daerah (Kota Bekasi) seperti penyusunan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah berbasis akrual dan kebijakan akuntansi berbasis akrual serta untuk menyongsong pemberlakuan PP nomor 71 tahun 2010, maka kami memutuskan untuk belajar secara langsung ke Kota Semarang.

Dari hasil kunjungan tesebut, banyak hal yang dapat diteladani berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah dan penyusunan LKPD.  Baik dari sisi mekanisme penganggaran, penataan aset, penatausahaan transaksi keuangan dan penyusunan laporan keuangan tingkat SKPD maupun laporan keuangan tingkat kota.  Disamping itu, dukungan pimpinan mulai dari walikota, wakil walikota, pimpinan DPRD, dan semua kepala SKPD untuk terciptanya tertib administrasi dalam pengelolaan keuangan sangat kuat.  Hal penting liannya adanya etos kerja yang kuat dari seluruh staf pengelolaan keuangan daerah mulai dari staf DPKAD sampai dengan staf pengelola keuangan yang ada tersebar di SKPD. Pada kesempatan itu kami juga dibekali peraturan-peraturan Pemerintah Kota Semarang yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan berbasis akrual walupun dalam bentuk soft copy-nya. 


Dengan hasil kunjungan ke Kota Semarang, kini kami semakin mantap untuk menyambut penerapan penyusunan LKPD berbasis akrual.  Baik penerapannya sesuai amanat PP no.71 tahun 2010 yakni tahun 2014 maupun penerapannya di tahun 2015.

Menuju Laporan Keuangan Berbasis Akrual

Print Friendly and PDF
Oleh : H. CARDIMAN, SP, MP
(Kabid Akuntansi BPKAD Kota Bekasi)

Jumat Subuh, saya bersama rombongan dari Bidang Akuntansi, Anggaran, Perbendaharaan dan Sekretariat BPKAD bertolak menuju Kota Semarang.  Dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia, rombongan kami tiba di Bandara Ahmad Yani Semarang pukul 6.30 WIB.  Sambil menunggu jam 8.00 WIB, dimana Kantor DPKAD Kota Semarang buka, maka kami menyempatkan diri mampir ke Museum Rangga Warsito untuk melihat-lihat koleksi isi museum tersebut.
Ternyata Museum Rangga Warsito memiliki koleksi benda-benda bersejarah yang cukup lengkap.  Mulai dari beragam batu-batuan berharga, jenis-jenis benda-benda pra sejarah, berbagai keris dan benda-benda budaya peninggalan pada masa jaman kerajaan hindu-budha dan islam, serta diorama perjuangan Pangeran Diponegora hingga perjuangan pergerakan kemerdekaan RI.
Sekitar pukul 8.30 WIB kami sampai di Kantor DPKAD dan diterima oleh salah satu Kepala Seksi pada Bidang Akuntansi dan Kepala Seksi pada Bidang Aset DPKAD Kota Semarang.  Dari penjelasan beliau, bahwa Kota Semarang telah menerapkan acrual basis pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sudah dlakukan sejak penyusunan laporan keuangan tahun 2010.  Jadi sudah tiga tahun yang lalu. Bahkan untuk LKPD tahun 2012, Kota Semarang memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 
 Sementara itu, kabupaten dan kota lain di seluruh Indonesia belum ada yang berani menerapkan acrual basis pada LKPD-nya. Karena memang kelengkapan peraturan teknis dari Kementrian Dalam Negeri untuk penerapan acrual basis sampai saat ini (tahun 2013) masih belum tersedia.  Walupun amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan bahwa penerpan acrual basis pada laporan keuangan pemerintah paling lambat harus sudah dilaksanakan tahun 2014.
Dalam rangka menyiapkan peraturan-peraturan yang lebih teknis di tingkat daerah (Kota Bekasi) seperti penyusunan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah berbasis akrual dan kebijakan akuntansi berbasis akrual serta untuk menyongsong pemberlakuan PP nomor 71 tahun 2010, maka kami memutuskan untuk belajar secara langsung ke Kota Semarang.
Dari hasil kunjungan tesebut, banyak hal yang dapat diteladani berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah dan penyusunan LKPD.  Baik dari sisi mekanisme penganggaran, penataan aset, penatausahaan transaksi keuangan dan penyusunan laporan keuangan tingkat SKPD maupun laporan keuangan tingkat kota.  Disamping itu, dukungan pimpinan mulai dari walikota, wakil walikota, pimpinan DPRD, dan semua kepala SKPD untuk terciptanya tertib administrasi dalam pengelolaan keuangan sangat kuat.  Hal penting liannya adanya etos kerja yang kuat dari seluruh staf pengelolaan keuangan daerah mulai dari staf DPKAD sampai dengan staf pengelola keuangan yang ada tersebar di SKPD. Pada kesempatan itu kami juga dibekali peraturan-peraturan Pemerintah Kota Semarang yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan berbasis akrual walupun dalam bentuk soft copy-nya. 

Dengan hasil kunjungan ke Kota Semarang, kini kami semakin mantap untuk menyambut penerapan penyusunan LKPD berbasis akrual.  Baik penerapannya sesuai amanat PP no.71 tahun 2010 yakni tahun 2014 maupun penerapannya di tahun 2015. 

Senin, 11 November 2013

Lawang Sewu Kota Semarang

Print Friendly and PDF

Berani uji nyali.....? Coba anda datang ke gedung tua ini yang letaknya diujung jln. Pemuda Kota Semarang. Konon gedung ini dibangun tahun 1903 oleh dua orang arsitek bangsa Belanda.  Gedung dua tingkat ini awalnya merupakan kantor perkeretaapian Belanda (NIS). Kemudian pada saat penjajahan Jepang, gedung tua ini digunakan sebagai maskas tentara Jepang.

Penduduk setempat biasa menamakan gedung tua ini dengan sebutan Gedung Lawang Sewu.  Karena memang pintunya banyak sekali. Dan yang paling menarik bahwa gedung Lawang Sewu ini memiliki ruang bawah tanah yang konon pada masa penjajahan Jepang ruang bawah tanah tersebut dijadikan penjara bagi orang-orang Belanda dan orang pribumi.  Disana terdapat bekas penjara jongkok, kontruksi penjara ini menyerupai bak-bak pemeliharaan lele dumbo.  Para narapidana dimasukkan kedalam bak-bak tersebut secara berjongkok hingga penuh sesak kemudian diatasnya ditutup terali besi, selanjutnya bak-bak penjara tersebut diisi air hingga penuh.  Dan sudah bisa ditebak para nara pidana semuanya akan mati dalam waktu paling lama satu minggu.

Ada lagi ruangan penjara berdiri, konstruksi ruangan ini merupakan ruangan kamar berukuran sekitar 0,6m x 1,0m kemudian dijejalkan 8-10 orang terpidana hingga penuh sehingga mereka tidak bisa bergerak apalagi untuk duduk.  Selanjutnya ruangan tersebut ditutup dengan jeruji besi. Dan terpidana di penjara ini pun semuanya akan mati dalam satu minggu.  Bila ada terpidana yang bisa tahan hingga satu minggu, maka selanjutnya terpidana tersebut dibawa ke ruang pancung yang merupakan bak besar berisi pasir dan baja besi untuk memancung para terpidana.

Dengan riwayat gedung yang begitu serem dan angger, kira-kira berani gak uji nyali di gedung Lawang Sewu ini, di malam hari dan di malam jum'at lagi?