Senin, 06 Oktober 2014

KURBAN DAN JUTAAN KEBAIKAN

Print Friendly and PDF

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni'mat yang banyak.  Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah", (QS. Al-Kautsar (108) ayat 1-2).  Inilah landasan utama perintah untuk berkurban (menyembelih kurban atau mengorbankan harta di jalan Allah sebagai wujud mensyukuri ni'mat Allah swt) bagi umat Islam.

Kurban berasal dari bahasa Arab "qurban" mengandung arti "dekat".  Berkurban (menyembelih kurban) merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan sekaligus sebagai wahana untuk meningkatkan ketaqwaannya.  Disamping itu, berkurban juga merupakan upaya agar bisa lebih dekat dengan kaum dhuafa.  Lewat daging kurban yang dibagikan kepada kaum dhuafa dan kegembiraan mereka saat menerima daging tersebut, diharapkan dapat menumbuhkan rasa empati yang tinggi terhadap serba keterbatasan kemampuan para dhuafa.  Bahkan untuk bisa makan daging kamping/sapi aja harus menunggu Iedul Adha.

Dalam Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah ra. bahwa Zaid Ibn Arqam bertanya kepada Nabi Muhammad saw, " Wahai Rasulullah saw, apakah kurban itu?"  Rasullullah saw menjawab,"Kurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim as".  Selanjutnya Zaid Ibn Arqam bertanya lagi, "Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?"  Rasulullah saw menjawab, "Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan" dan "Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan".   Bisa dibayangkan, berapa banyak kebaikan yang akan didapat dari berkurban satu ekor kambing saja, apalagi kurban sapi atau unta!  Sayangnya sampai dengan saat ini belum ada penelitian yang menghitung jumlah rambut/bulu pada kambing, sapi ataupun unta.  Namun demikian, bisa dipastikan bahwa rambut/bulu yang tumbuh pada seekor kambing dewasa jumlahnya pasti mencapai jutaan rambut/bulu.  Sehingga nilai kebaikan dari kurban satu ekor kambing akan mencapai jutaan kebaiakan, apalagi bila kurbannya dengan  binatang ternak yang ukuran tubuhnya lebih besar pasti rambut/bulu-bulunya akan lebih banyak dan lebih lebat lagi".


Belum lagi kalau kita lihat dari banyaknya balasan yang akan diterima dari setiap kebajikan yang timbul dari setiap helai rambut/bulu yang ada di hewan kurban tersebut.  Dalam Hadits Riwayat Bukhori-Muslim ra, disebutkan bahwa setiap satu kebaikan akan dibalas 10 kali sampai 700 kali kebaikan dan bahkan sampai berlipat-lipat balasannya. Dengan demikian pahala dari kurban seekor kambing bisa mencapai puluhan juta, ratusan juta bahkan sampai miliyaran kebaikan.  Subhanallah....

Minggu, 05 Oktober 2014

DEMOKRASI ADU KUAT ALA COWBOY

Print Friendly and PDF
Mencermati dinamika praktek demokrasi yang telah dipertontonkan oleh para petinggi negeri akhir-akhir ini sungguh menggelikan.  Mereka mempertontonkan "Demokrasi Ala Cowboy", adu kuat antar kelompok.  Kelompok yang kuat melibas dan mempermalukan kelompok yang lemah.  Seperti kejadian dalam Sidang Paripurna DPR-RI untuk pemilihan ketua dan wakil ketua DPR-RI periode 2014-2019.  Kelompok Koalisi Merah Putih (KMP) yang power full karena didukung oleh banyak partai di parlemen dengan mudah mempecundangi kelompok pendukung Jokowi-JK (Kelompok Indonesia Hebat/KIH) yang hanya memiliki empat pendukung partai politik di parlemen.  KMP dengan leluasa memaksa kelompok parpol pendukung Jokowi-JK untuk walk out, sehingga  paket ketua DPR-RI periode 2014-2019 secara aklamasi dimenangkan oleh KMP.

Sebelumnya, dalam waktu yang hampir bersamaan, demokrasi ala cowboy juga dipertunjukkan saat Sidang Paripurna DPR-RI untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Dimana, secara dramatis KMP memenangkan voting secara telak terhadap KIH setelah Partai Demokrat memberinya jalan melalui walk out.  Dalam voting tersebut KMP mendulang 226 suara dan KIH hanya emperoleh 135 suara.  Sehingga opsi Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD yang diusung KMP lebih unggul daripada opsi Pemilihan Kepala Daerah Langsung.


Namun demikian, setelah RUU Pilkada ditetapkan menjadi Undang-Undang nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah, tiba-tiba Presiden tidak setuju.  Dengan alasan bahwa aspirasi masyarakat masih menginginkan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.  Akhirnya Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 dan 2 tahun 2014 untuk membatalkan UU no 22 tahun 2014.  Sekali lagi adu kekuatan antara presiden dan DPR dipertontonkan.

Sebentar lagi (6/10/2014)  akan digelar pemilihan paket ketua MPR.  Apakah akan dipertontonkan kembali praktek "demokrasi ala cowboy" ?