Selasa, 29 Oktober 2013

MEMBANGUN PERADABAN BIROKRASI

Print Friendly and PDF
Oleh : CARDIMAN, SP, MP *)



Dalam setiap kesempatan apel pagi dan rapat-rapat dinas, Dr.H.Rahmat Efendi Walikota Bekasi yang terpilih lewat Pemilukada satu kali putaran dengan perolehan suara 43,87%  selalu mengatakan bahwa untuk membangun Kota Bekasi ke depan harus dengan “peradaban” melalui perubahan budaya, perilaku dan pola pikir seluruh aparatur Pemda Kota Bekasi.

Pertanyaannya adalah peradaban seperti apa yang diinginkan oleh orang nomor 1 (satu) Kota Bekasi yang biasa dipanggil Bang Pepen tersebut agar bisa diaplikasikan dan diikuti oleh seluruh aparatur Pemda Kota Bekasi.  Apakah yang dimaksud adalah peradaban suku maya, peradaban mesir kuno, peradaban yunani,  peradaban barat, peradaban timur, peradaban islam atau peradaban lainnya?

Untuk memahami hal tersebut, kita coba telisik makna kata “peradaban”.  Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,  peradaban berasal dari kata “adab” artinya budi pekerti yang halus, akhlak yang baik, budi bahasa, kesopanan.  Sedangkan per-adab-an mengandung arti : 1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin. 2) hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayan suatu bangsa. 

Disamping itu, peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang berasal dari kata civil (warga kota) dan sivitas (kota; kedudukan warga kota). Dalam beberapa literatur biasanya peradaban juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan.  Menurut Samuel Phillips Huntington (1996) dalam karyanya The Clash of Civilizations,  bahwa peradaban mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan.   

Sementara itu berdasarkan  Wikipedia Indonesia, peradaban memiliki keterkaitan yang erat dengan manusia atau masyarakat.  Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang "kompleks" dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman. Anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.

Dalam hal ini, peradaban adalah kebudayaan yang memiliki nilai yang tinggi dan halus. Kelahiran peradaban sangat ditentukan oleh faktor geografis atau bentuk muka bumi. Pada umumnya, peradaban lahir di lembah sungai atau di daerah-daerah yang subur, daerah yang memungkinkan memberikan kehidupan bagi manusia. Di daerah tempat lahirnya peradaban akan timbul suatu sistem kemasyarakatan, sistem kekuasaan, bangunan-bangunan hasil kebudayaan, sistem mata pencaharian hidup, ilmu pengetahuan, dan teknologi.  Semuanya itu tumbuh sebagai hasil dari cipta rasa dan karsa manusia yang menempati suatu wilayah tertentu. Bentuk-bentuk dari peradaban tersebut berkembang dalam suatu kurun tertentu.  Bahkan peradaban suatu wilayah dapat menyebar dan mempengaruhi kehidupan wilayah lainnya.

Budaya Kerja Birokrasi
Budaya kerja birokrasi selama ini dikenal masyarakat luas sebagai budaya kerja yang lamban, berbelit-belit dan tidak efesien.  Hal demikian terjadi di hampir seluruh tingkatan pemerintahan baik di tingkat daerah maupun pusat.  Sehingga beberapa waktu yang lalu, Gubernur DKI Jakarta dengan terpaksa harus merotasi jajaran pejabat terasnya hanya karena agar para pejabat tersebut dapat mengikuti rithme pola kerja Gubernurnya yang cepat, tidak muter-muter dan efesien.  Bahkan untuk mendapatkan pejabat yang kapabel dalam pelayanan publik, Gubernur yang akrab dipanggil Jokowi telah mewacanakan “lelang jabatan” bagi jabatan lurah dan camat bahkan juga  untuk jabatan kepala dinas. 

Dengan langkah-langkah inovatif yang telah dilakukan oleh Gubernur yang belakangan sering dijuluki Joko Wow, maka diharapkan kesan etos kerja birokrasi seperti yang telah disebutkan di atas akan berubah menjadi etos kerja birokrasi yang cepat, efesien dan inovatif.  Slogan salah satu kontestan pemilu presiden 2009, “lebih cepat lebih baik” mungkin sangat pas untuk menggambarkan etos kerja birokrasi dalam pelayanan publik di masa depan.

Mungkinkah hal seperti itu terjadi pada daerah-daerah lain?  Jawabannya hanya Allah SWT yang tahu, tetapi kalau melihat kecenderungan (trend) dunia dalam tata kelola pemerintahan maka apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta akan menjadi trend baru di Indonesia dan akan memberikan efek domino bagi gubernur-gubernur  yang lain dan para bupati dan walikota di daerah lain.

Pertanyaan selanjutnya adalah kalau di pemda Kota Bekasi bagaimana?  Jawabannya adalah seperti diulas dalam kalimat pembuka artikel ini, bahwa Walikota Bekasi yang belum lama dilantik untuk masa jabatan 2013-2018 sangat konsen untuk mendorong  perubahan paradigma budaya kerja aparatur di lingkungan pemda Kota Bekasi sebagaimana dapat dilihat dari statemen-statemen yang sering disampaikan baik saat memimpin apel maupun rapat-rapat dinas. 

Kalau kita merujuk pada prinsip hidup salah seorang  Wakil Presiden RI, H.M. Yusuf Kalla dalam buku biografinya  “JK Ensiklopedia”  bahwa bekerja adalah pengabdian.  Dan dalam agama Islam dinyatakan bahwa bekerja dengan ikhlas adalah ibadah.   Untuk itu, wajib hukumnya bagi para pejabat birokrasi untuk terus bekerja, bekerja dan bekerja agar tercipta budaya kerja yang  efesien dan inovatif sehingga dapat berkontribusi bagi terwujudnya suatu peradaban baru yaitu peradaban birokrasi

*)  penulis adalah Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi