Rabu, 04 Juni 2014

PERCAYAKAH ANDA PADA HASIL SURVEY LEMBAGA SURVEY...?!

Print Friendly and PDF


Baru-baru ini (5/6/14) koran lokal yang cukup terkenal di Jawa Barat menyandingkan hasil survey elektabilitas capres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta dari dua lembaga survey yang berbeda.  Disurvey pada bulan yang sama cuma beda tanggal dengan dengan responden masing-masing 1.500 responden dan 2.400 responden.  Dan hasilnya sudah bisa diduga, lembaga survey yang disinyalir merupakan pendukung pasangan capres Prabowo-Hatta, hasil surveynya mengunggulkan Prabowo-Hatta 35,24% dan Jokowi-JK hanya memperoleh 22,75%.  Sebaliknya, lembaga survey yang diduga merupakan pendukung pasangan capres Jokowi-JK, sudah pasti memenagkan Jokowi-JK dengan perolehan 47,5% dan Prabowo-Hatta hanya meraup 36,9%.

Berdasarkan kenyataan di atas, masihkah kita mempercayai hasil lembaga survey terutama pada peristiwa-peristiwa pemilu baik pemilu legislatif, presiden maupun pemilu kada?  Belum lagi jumlah respondennya yang terlalu kecil.  Populasi penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 240 juta hanya diwakili oleh 2.400 responden, berarti sampelnya hanya 0,001%.  Logikanya, kalau penduduk Indonesia dibagi berdasarkan suku atau bahasa daerah saja dan kemudian suku dan bahasa daerah tersebut dijadikan sebagai keterwakilan sampel, maka jumlah 2.400 itu terlalu kecil.  Apalagi kalau responden/sampelnya dipilah berdasarkan strata kelas ekonomi, jender, teritorial, pendidikan, usia, dst. sampel 2.400 tidak representatif atau tidak merepresentasikan populasinya. Ibaratnya kalau populasinya berupa garam dan rasanya pasti asin, maka sampelnya akan menunjukkan bahwa garam itu rasanya tidak asin tapi pahit seperti lumpur pantai, karena sampelnya terlalu sedikit sehingga sampel yang digunakan tidak merepresentasikan populasinya.


2 komentar:

  1. Koreksi dikit bang, walaupun jumlah penduduk Indonesia mencapai 240juta jiwa, untuk survei pemilu/pilpres jarus dibatasi jumlah populasinya karena tidak semua 240juta jiwa memiliki hak pilih

    BalasHapus
  2. Jadi populasi yg dipakai setidaknya diatas 100-150juta pemilih. Tapi saya juga bingung kenapa para lembaga survei itu membanggakan survei yg hanya menggunakan 1000-2000 sampel, kalau zaman saya kuliah mah bisa dimaki habis2an oleh dosen. Masa populasi diatas 100 juta sampelnya cuma 1000-2000, dan yg lebih bodoh lagi para timses yg percaya dan mengelu-elukan survei bodong itu apabila jagoannya menang dalam survei-survei bodong tersebut.
    mereka mengaku elit-elit politik tapi sayang sekali tidak menguasai ilmu statistik yg paling sederhana seperti ini

    BalasHapus

Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi