Selasa, 29 April 2014

SETELAH PESTA DEMOKRASI USAI

Print Friendly and PDF
Setelah pesta demokrasi pemilihan umum legislatif (Pemilu Legislatif) untuk memilih wakil rakyat di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota (DPR, DPRD I dan DPRD II) serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah usai.  Maka pesta lima tahunan yang penuh hiruk pikuk pun selesai.  

Sebagaimana umumnya sebuah pesta, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia larut dalam kemeriahan pesta.   Para calon legislatif sibuk membentuk tim sukses, menyusun strategi, mengumpulkan masa, menebar pesona, mengadakan rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan baik sembunyi-sembunyi maupun trang-terangan bahkan sampai ada yang menebar  ribuan hadiah/bingkisan untuk menarik simpati warga.

Masyarakat pun bersuka cita, karena diantara mereka banyak yang mendapatkan tambahan rejeki secara mendadak.  Di masa kampanye, mereka  mendapat order sebagai penggembira kampanye dari beberapa partai sekaligus.  Kemudian mereka juga mendapatkan honor dari pekerjaan sebagai saksi partai dan dapat limpahan rejeki dari adanya "serangan fajar" dari partai-partai.

Para pengusaha kaos, spanduk dan umbul-umbul untuk kelengkapan sarana peragaan kampanye juga banyak yang menangguk keuntungan besar secara mendadak.  Sehingga mereka semua bisa tersenyum lepas dan besuka cita dengan adanya pesta demokrasi lima tahunan ini.  Pergerakan perekonomian di daerah-daerah pun menggeliat karena banyaknya kucuran dana segar yang dikucurkan oleh para tim sukses ke darah-daerah.

Terlepas dari itu semua, di setiap pesta pasti menyisakan piring-piring kotor dan sampah berserakan.  Begitu juga dengan pesta demokrasi lima tahunan ini, menyisakan banyak persoalan.  Mulai dari adanya kecurangan di tingkat DPT, pencoblosan sisa suara oleh petugas di TPS, penjualan suara sampai manipulasi suara pada saat rekapitulasi suara.  Dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang muncul sebagai ekses dari pesta demokrasi tersebut.



Belum lagi, banyak calon-calon legislatif yang urung menjadi DPR, DPRD maupun DPD karena mereka tidak mendapatkan suara yang cukup untuk bisa duduk di kursi legislatif, menjadi stres mendadak.  Banyak diantara mereka yang marah-marah kepada masyarakat sekitar karena merasa tidak didukung atau dibohongi.  Ada juga yang langsung mengusir warga karena warga tersebut tidak mendukungnya.  Bahkan banyak juga yang dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa karena mentalnya mulai terganggu.

Itulah akhir dari sebuah pesta besar untuk memilih pemimpin/wakil rakyat yang diagung-agungkan sebagai sistem pemilihan terbaik.  Sebenarnya, apakah sistem demokrasi yang selalu kita terapkan ini merupakan sistem yang terbaik?  Atau masih ada sistem lain atau perlu menciptakan sistem lain yang lebih baik?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi