Senin, 27 Januari 2014

Meneladani Kesuksesan UMKM Pengrajin Boneka

Print Friendly and PDF Oleh: CARDIMAN (Staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bekasi)

Ada sekitar 125 orang pengrajin boneka yang tersebar di wiayah Kota Bekasi, kata Nana Anang Sujana pemilik Hayashi Toys yang berlokasi di Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Sujana, panggilan akrab Nana Anang Sujana, dan para pengrajin boneka lainnya yang tergabung dalam Himpunan Industri Kecil Pengrajin Boneka (HIKPIB) masing-masing telah mempekerjakan karyawan antara 50 - 108 orang dengan omzet perusahaan antara Rp.110 juta – Rp.750 juta. Bahkan menurut ketua HIKPIB, Pupriyono, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri kerajinan boneka ini kurang lebih sekitar 8.000 orang. Sementara produksi boneka dari anggota HIKPB telah mencapai 1 juta pcs per bulan, demikian ketua HIKPB menambahkan. 


Berawal dari PHK 

Bagi sebagian orang, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah akhir dari segalanya. Kalimat tersebut tidak berlaku bagi Sujana, Pupriyono, Wiwin dan kawan-kawan para pengrajin boneka. Ketika krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis moneter pada tahun 1997 menimpa Negara Indonesia, sangat berdampak pada keberadaan perusahan-perusahan di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut, terutama yang berskala besar banyak yang bangkrut, sehingga terjadi PHK masal. Hal demikian terjadi pula pada belasan perusahan boneka asal Korea Selatan yang berlokasi di wilayah Bekasi dan sekitarnya, mereka bangkrut dan mem-PHK seluruh karyawannya. 

Sujana, Pupriyono, Wiwin dan kawan-kawan merupakan bagian dari korban PHK akibat krisis moneter tersebut. Dengan berbekal ketrampilan dan pengetahuan yang mereka miliki pada saat menjadi karyawan di perusahaan boneka asal Korea Selatan tempo dulu, mereka yang berasal dari strata middle managers, foreman dan pekerja pengrajin (pembuat boneka) bangkit dengan merintis usaha skala kecil secara mandiri. Dengan modal awal Rp.6,5 juta Sujana muda mula-mula mempekerjakan 3 orang karyawan. Sementara itu Wiwin yang memunyai nama asli Wiwin Windu Wulan pemilik Joint Toys membuka usaha dengan modal awal Rp.22 juta dan mempekerjakan 8 orang karyawan. Masing-masing dengan peralatan yang masih sederhana dan dikerjakan di dalam rumah sendiri (home industry), mereka memproduksi macam-macam boneka untuk mengisi jaringan pasar yang telah terbentuk sejak masih adanya perusahaan boneka asal Korea tersebut. 

Bahan baku utama seperti kapas, kain vonel, velboa, yellpo, dan raspur mereka datangkan dari Kabupaten Karawang. Sedangkan asesoris untuk boneka seperti mata dan hidung mereka beli dari Mangga Dua Jakarta. Dengan demikian cost untuk bahan baku menjadi sangat mahal. Sudah bisa diduga bahwa harga jual boneka per pcs menjadi mahal pula. Sehingga sangat berat untuk bersaing dengan boneka-boneka buatan daerah lain seperti boneka produksi dari Cikampek yang terkenal murah. Kondisi semacam ini berlangsung hingga tahun 2006 sampai terbentuknya organisasi para pengrajin boneka yang mereka namakan Himpunan Industri Kecil Pengrajin Boneka (HIKPB). Selama kurun waktu tersebut banyak pengrajin boneka yang gulung tikar, tetapi ada beberapa pengrajin yang mampu bertahan. Mereka adalah para pengrajin yang ulet dan bekerja keras. Orang-orang inilah yang selanjutnya menjadi pendorong (prime mover) bagi para pengrajin boneka lain di Kota Bekasi untuk menjadi maju dan berkembang hingga mencapai 125 pengrajin.


Mengorganisasi diri 

Sejak para pengrajin berhimpun dalam HIKPIB, solidaritas dan persatuan antar sesama mereka menjadi semakin kuat. Tidak ada lagi yang saling melemahkan dan menjatuhkan, tetapi mereka saling bekerjasama dalam penyediaan bahan baku, produksi dan pemasaran. Di antara mereka ada yang khusus sebagai suplaier bahan baku, menyediakan bahan baku seperti kapas dan kain, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk kebutuhan anggota HIKPB.  Ada juga yang menyediakan asesoris, bahkan sampai ada yang membuka usaha bordir untuk menunjang kreatifitas produk boneka. Disamping itu ada juga yang berperanan sebagai pemarasan hasil produksi. Sehingga siklus produksi boneka secara utuh telah terjadi di dalam anggota HIKPIB. 

Produk boneka yang mereka hasilkan semakin beragam jenis dan bentuknya, mulai dari boneka yang sangat familier seperti boneka Teddy bear, tokoh kartun, animals, boneka bola, boneka tas, tempat tissue, tempat HP, bantal hingga assesoris untuk di dalam mobil. Boneka-boneka tersebut pada umumnya mereka buat dari bahan kain vonel, velboa, yellpo, raspur dan kapas kemudian dikerjakan dengan peralatan dan mesin-mesin yang masih sederhana, namun karena cara pengerjaannya yang bagus dan bahan bakunya pilihan sehingga kualitas boneka yang dihasilkan cukup bagus dan aman bagi anak-anak. 

Mengenai kualitas boneka hasil produksi anggota HIKPIB, ketuanya bahkan sesumbar bahwa boneka yang diproduksi anggota HIKPIB akan mampu bersaing dengan produk-produk serupa asal negeri China. Karena mereka yakin kualitasnya lebih baik dan harganya bisa bersaing. Kita patut bangga, karena UMKM pengrajin boneka merupakan salah satu UMKM yang sudah sangat siap untuk menyongsong AFTA (ASEAN Free Trade Area) - China 2010. 

Dengan terbentuknya HIKPIB rupanya menarik perhatian Pemerintah Daerah Kota Bekasi. Sehingga pada tahun 2007, sembilan orang anggota HIKPB mendapat kucuran dana dari Pemda sebesar Rp.45 juta sampai Rp.310 juta per orang. Dana tersebut dikucurkan melalui Program Pendanaan Kompetisi – Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM) bidang Daya Beli berjumlah Rp.1,4 milyar lebih. Tahap selanjutnya beberapa anggota HIKPIB mendapatkan giliran mendapatkan kucuran dana tersebut sehingga sampai tahun 2010 telah tersalur dana PPK-IPM Pemda Kota Bekasi sebanyak Rp.7 milyar lebih. Dengan tambahan modal tersebut secara otomatis meningkatkan omzet mereka, bahkan omzet perusahaannya ada yang mencapai hingga Rp.750 juta dengan jumlah karyawan sebanyak 108 orang. 

Selain mendapatkan bantuan modal, anggota HIKPIB juga memperoleh bantuan peralatan produksi, dan promosi pemasaran. Beberapa diantara mereka sering diikutsertakan dalam event-event pameran untuk mempromosikan hasil produksinya, baik di tingkat regional, nasional bahkan sampai ke luar negeri. Setelah mengikuti event pameran biasanya omzet penjualan mereka langsung meningkat karena adanya pesanan dalam party besar. Untuk memenuhi pesanan tersebut kadang kala mereka men-subkon-kan kepada sesama pengrajin boneka lainnya. 

Secara umum, boneka yang telah mereka hasilkan sebagian besar dipasarkan ke Jakarta untuk mengisi pasar Mangga Dua. Hampir 90% kebutuhan pasar Mangga Dua disuplai dari Kota Bekasi, demikian ketua HIKPIB berkomentar. Dari Mangga Dua selanjutnya didistribusikan ke kota-kota di pulau Jawa seperti Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Banten dan Bandung dan luar pulau Jawa seperti Bali, Gorontalo, Kalimantan Timur, Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan. Sementara itu pasar ekspor untuk tujuan Singapura, Malaysia, Eropa dan Amerika masih terbuka sangat lebar. 


Teladan Kesuksesan 

Bercermin dari keberhasilan para pengrajin boneka di Kota Bekasi tersebut, ada teladan yang dapat kita petik antara lain: Pertama, keuletan dan kerja keras. Kedua sikap tersebut mereka tunjukkan lewat hasil produksi yang berkualitas dan bervariatif jenis dan bentuknya. Mereka bekerja keras untuk menciptakan produk yang berkualitas dengan harga terjangkau agar mampu bersaing dengan produk serupa dari negeri China. Kedua, merebut peluang pasar. Dengan sangat jeli mereka mampu melihat peluang pasar yang sudah terbentuk sejak masih adanya perusahaan boneka asal korea Selatan. Kemudian pasar tersebut vakum tidak ada yang mengisinya karena perusahaan boneka asal korea Selatan telah bangkut. Selanjutnya mereka manfaatkan jaringan pasar yang telah terbentuk tersebut dengan usaha mandiri. 

Keberhasilan para UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) sebagaimana yang telah ditampilkan Koran Sindo secara berturut-turut dalam edisi tanggal 24-26 Maret 2010 menunjukkan hal yang sama. Yakni keberhasilan mereka berawal dari adanya peluang pasar yang telah tercipta oleh perusahaan yang ada sebelumnya dan perusahaan tersebut bangkrut atau tidak dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat. Dengan berbekal ketrampilan dan pengalaman yang mereka miliki semasa menjadi karyawan di perusahan tempat mereka bekerja dahulu, selanjutnya mereka berhasil merebut peluang pasar yang jaringannya memang sudah terbentuk itu dengan usaha mandiri. 

Ketiga, adanya pembinaan dan dukungan dana. Selain dukungan dana dari lembaga perbankan ataupun dari pemerintah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan investasi UMKM, pembinaan teknis dan managerial sangat penting diberikan terutama bagi UMKM-UMKM pemula. Karena berdasarkan hasil penelitian SMEs (Small Medium Enterprises) bahwa 98% UMKM pemula tidak akan berhasil berkembang bahkan akan bangkrut tanpa adanya pembinaan atau mentor. Pembinaan ini biasanya dilakukan oleh instansi pemerintah, BUMN, atau organisasi terkait. Dan keempat, membentuk wadah atau organisasi. Bukti empiris menunjukkan bahwa dengan membentuk HIKPIB para pengrajin boneka di Kota Bekasi mampu menekan cost bahan baku dan mampu meningkatkan omzet penjualan.

Mustikajaya, Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi