Rabu, 20 November 2013

ADA (KAH) ASA DI KOTA BEKASI

Print Friendly and PDF
Oleh : CARDIMAN
(Kasubid Pemerintahan Bappeda Kota Bekasi) 

Sepuluh Maret merupakan hari keramat bagi masyarakat Kota Bekasi.  Pada setiap tanggal tersebut segenap warga masyarakat Kota Bekasi selalu memperingatinya sebagai “Hari Jadi” Kota Bekasi.  Tahun ini (10 Maret 2011) Kota Bekasi telah genap berusia 14 tahun.  Ibarat anak remaja “ABG” (Anak Baru Gede), usia 14 merupakan usia yang penuh semangat dan energik.  Lincah bergerak kesana kemari serta berkarya dan berkarya dengan penuh semangat.   Hal demikian dapat dilihat dari capaian-capaian prestasi  baik tingkat Provinsi Jawa Barat maupun tingkat Nasional yang telah diraihnya.  

Salah satu prestasi yang paling monumental adalah dianugrahinya Piala Adipura sebagai lambang supremasi di bidang pengelolaan  lingkungan hidup.  Dikatakan monumental karena Piala Adipura tersebut diperoleh melalui proses perjuangan dan pengorbanan yang cukup melelahkan dari seluruh komponen masyarakatnya, mulai dari tahapan sebagai kota  penyandang predikat sebagai “kota terkotor” selama tiga tahun berturut-turut.

Kemudian menerima penghargaan “Piagam Adipura” pada tahun berikutnya selama dua tahun berturut-turut dan dipuncaki dengan diraihnya “Piala Adipura” pada tahun 2010 untuk kategori kota metropolitan.  Prestasi-prestasi tingkat nasional lainya yang telah ditorehkan Kota Bekasi antara lain : penerima Kalpataru dengan kategori sebagai pembina lingkungan, 10 besar tingkat nasional pengelolaan Pos Daya, juara I Bina Lingkungan Keluarga (BLK), juara harapan III Bina Keluarga Balita (BKB), juara III Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR), Piala Citra Pelayanan Prima Tingkat Nasional (SMAN 1 Bekasi), penerima penghargaan Adiwiyata, juara tingkat nasional Penerbitan Internal Kategori Pemerintahan (Majalah Bekasi Kotaku), dan lain-lain.

Potensi Daerah
Letak geografis wilayah Kota Bekasi posisinya hampir sama dengan wilayah Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Bodetabek) lainnya yaitu berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara Repulik Indonesia, Jakarta.  Memiliki wilayah dengan posisi dekat dan berbatasan langsung dengan DKI Jakarta mempunyai keuntungan tersendiri, diantaranya semakin dekat dengan infrastruktur ekonomi/ perdagangan tingkat nasional maupun Internasional seperti pelabuhan ekspor-impor dan bandara internasional.  Sehingga wilayah Bodetabek memiliki daya saing (competitive and comperative advantage) lebih tinggi di bandingkan dengan daerah-daerah lain di luar Bodetabek.  

Sisi negatifnya, bahwa wilayah Bodetabek setiap tahunnya selalu kebanjiran migrasi penduduk dari daerah-daerah Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa.  Migrasi penduduk secara masal umumnya terjadi pada saat setelah lebaran idul fitri.   Bahkan pertumbuhan migrasi penduduk di Kota Bekasi tercatat melebihi laju pertumbuhan penduduk (LPP) berdasarkan kelahiran yaitu hampir mencapai 3% per tahun, sedangkan LPP berdasarkan kelahiran hanya di bawah 1,5% per tahun.  Implikasi dari migrasi penduduk yang berlebihan tersebut juga menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan aspek kependudukan antara lain: masalah ketenagakerjaan, tempat tinggal, air bersih, energi, sampah, sarana rekreasi, tata ruang dan lain sebagainya.

Dari sisi potensi sumber daya alam (SDA), yang membedakan antara wilayah Kota Bekasi dan Wilayah Bodetabek lainnya adalah bahwa Kota Bekasi tidak memiliki potensi SDA seperti pertambangan, pertanian, perikanan laut, perkebunan maupun kehutanan.  Kalau dilihat dari RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), wilayah Kota Bekasi dibagi habis menjadi pusat kota dan sub-sub pusat kota yang didalamnya terdapat pusat perdagangan, jasa, perkantoran, kawasan industri dan industri kreatif, perumahan serta RTH (Ruang Terbuka Hijau) non budidaya.  Proporsi terbesar ketersediaan lahan dalam RTRW tersebut akan digunakan bagi penyediaan perumahan yang luasannya hampir mencapai  60% lebih.  Dalam rencana tata ruang tersebut tidak ada plot untuk kegiatan ekploitasi sumerdaya alam baik untuk kegiatan budidaya pertanian maupun kegiatan lainnya, karena memang Kota Bekasi tidak memiliki potensi untuk kegiatan-kegiatan seperti itu.

Namun demikian, potensi keuangan (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)) yang dimiliki Kota Bekasi cukup bisa diandalkan.  Pada saat Kota Bekasi baru lahir dari rahim Kabuputen Bekasi, tahun 1997/1998, APBD-nya hanya sebesar Rp.31,4 milyar.  Menjelang penerapan otonomi daerah, tahun 2000, APBD Kota Bekasi meningkat menjadi Rp.123,4 milyar.  Setelah penerapan otonomi daerah, tahun 2001, APBD Kota Bekasi meningkat tajam menjadi Rp.362,4 milyar dan pada akhir tahun 2010 APBD-nya meningkat kembali menjadi Rp. 1.748,5 milyar. Begitu juga dengan PAD-nya, pada tahun 1997/1998 tercatat hanya 4,5 milyar, kemudian meningkat menjadi Rp. 51,7 milyar pada tahun 2001 dan meningkat kembali menjadi Rp.310,9 milyar pada akhir tahun 2010.

 Kalau kita perhatikan, bahwa APBD dan PAD Kota Bekasi meningkat tajam setelah penerapan otonomi daerah. Peningkatan APBD berarti akan meningkatkan belanja pemerintah daerah, selanjutnya peningkatan belanja pemerintah daerah akan mendorong terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Hal ini sejalan dengan hasil penelitian penulis (Cardiman) dalam tesis dengan judul “Strategi Alokasi Belanja Publik Untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat”, bahwa penerapan otonomi daerah berpengaruh secara signifikan terhadap indikator kesejahteraan masyarakat yaitu  PDRB per kapita dan Indek Pembangunan Manusia (IPM).  Sementara itu IPM Kota Bekasi setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, tahun 2001 IPM-nya 66,59 kemudian meningkat menjadi 75,48 pada tahun 2005. Selama kurun waktu tersebut Kota Bekasi mampu meningkatkan IPM-nya hingga 9,89 poin.   Posisi IPM Kota Bekasi saat ini berada di peringkat dua di wilayah Jawa Barat dan Bodetabek setelah Kota Depok.

Melihat kenyataan di atas, masyarakat Kota Bekasi pasti akan merasa optimis untuk menatap masa depannya.  Betapa tidak, karena trend pertumbuhan APBD dan PAD cenderung selalu meningkat.  Mereka seakan melihat bahwa masih ada asa di tahun 2011 ini dan di tahun-tahun yang akan datang.

Indikator Makro Ekonomi
Walaupun ada sebagian pakar terutama pakar lingkungan hidup kurang menyetujuinya, namun pengukuran keberhasilan pembangunan daerah/negara melalui instrumen makro ekonomi ini selalu di terapkan baik di tingkat pemerintah daerah, nasional maupun internasional.  Instrumen tersebut antara lain: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB per kapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), tingkat pengangguran terbuka (unemployment), dan persentase penduduk miskin. 

PDRB Kota Bekasi pada tahun1997/1998 tercatat Rp.5,4 triliyun dengan PDRB per kapita Rp.3,8 juta, kemudian meningkat menjadi Rp.10,1 triliyun untuk PDRB tahun 2001 dengan PDRB per kapita Rp.6,3 juta. Selanjutnya pada tahun 2009, PDRB Kota Bekasi meningkat kembali menjadi 31,5 triliyun dengan PDRB per kapita Rp.13,4 juta. Kontribusi PDRB Kota Bekasi terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat sebesar 4,83% dan kontribusi ini lebih besar dari kontribusi rata-rata kabupaten/kota se-Jawa Barat. Sedangkan PDRB per kapita yang ideal adalah $3.000 atau Rp.30 juta (Kurs $1=Rp.10.000).  PDRB per kapita Kota Bekasi ternyata masih jauh dari batas PDRB per kapita ideal.  Apabila PDRB per kapita telah mencapai $3.000 mengindikasikan bahwa masyarakatnya sebagian besar telah berada pada level kelas menengah dan atas.

LPE Kota Bekasi selama dua tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang melambat.  Tahun 2008 hanya tumbuh 5,94% dan pada tahun 2009 pertumuhan ekonominya lebih melambat lagi yaitu hanya tumbuh 4,13%.  Walaupun pada tahun-tahun sebelumnya, tahun 1997/1998 sampai tahun 2007, memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat hingga mencapai 6,44%.   LPE 4,13% merupakan pertumbuhan terendah di wilayah perkotaan se-Jawa Barat dan peringkat ke-23 dari 26 Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat.

Imbas dari perlambatan pertumbuhan ekonomi  tersebut akan berpengaruh langsung terhadap penyerapan  tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan.  Karena setiap kenaikan 1% LPE akan menyerap tenaga kerja sebanyak 17.323 orang (Bappeda Kota Bekasi, 2010).  Sehingga bila kinerja makro ekonominya tidak bisa dijaga agar tetap stabil dan tidak merosot, maka secara pasti dan tinggal tunggu waktu akan terjadi penumpukkan pengangguran yang pada gilirannya akan menambah panjang daftar masyarakat miskin.

Dengan melihat kinerja makro ekonomi selama tiga tahun terakhir, maka sangat wajar bila masyarakat akan bertanya :”Masih adakah asa bagi kami masyarakat Kota Bekasi?”.   Jawabannya, tentunya ada pada para pengambil kebijakan ekonomi pada masing-masing level di Pemerintah Kota Bekasi.  Happy Birthday  Kota-ku tercinta, Kota Bekasi.  Semoga kelak kota-ku menjadi kota yang mandiri, penuh prestasi.


Padurenan, Mustikajaya  Februari 19-2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi