Selasa, 29 Oktober 2013
AneBanG
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
MENGHITUNG PELUANG PENYEDIAAN 50.000 LAPANGAN KERJA DI KOTA BEKASI
Oleh : H. CARDIMAN, SP., MP. *)
Dalam teori ekonomi makro, unemployment (pengangguran) merupakan
bagian penting dari faktor-faktor utama dalam analisis ekonomi suatu
daerah/wilayah. Faktor utama lainya
antara lain: pertumbuhan ekonomi (LPE), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
pertumbuhan penduduk (LPP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), inflasi dan
kebijakan moneter.
Secara ekonomi, pengangguran
berkaitan erat dengan ketersediaan lapangan kerja. Sedangkan ketersediaan lapangan kerja
berkorelasi erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Jadi apabila suatu daerah mempunyai tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi, maka sudah bisa dipastikan bahwa ketersediaan
lapangan kerja daerah tersebut tinggi pula.
Begitu juga sebaliknya, bila laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah
rendah, maka kedersediaan lapangan kerja di daerah tersebut sangat terbatas.
Mungkinkah
Program Penyediaan 50.000 Lapangan Kerja di Kota Bekasi Bisa Tercapai?
Untuk menjawabnya diperlukan
beberapa analisis, salah satunya analisis ketenagakerjaan. Analisis ini merupakan salah satu teknik
analisis yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan ketersediaan lapangan kerja, serapan tenaga kerja, forcase kebutuhan tenaga kerja dan
segala hal yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan.
Berdasarkan kajian
ketenagakerjaan yang telah dilakukan oleh penulis saat bekerja di Bappeda Kota
Bekasi tahun 2010, bahwa penyerapan tenaga kerja (TK) dapat dihitung dengan
cara membandingkan antara selisih tenaga kerja (∆TK) dari penyerapan tenaga
kerja pada tahun t (TKt) dan penyerapan tenaga kerja pada tahun t-1
(TKt-1) dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE).
Formula perhitungannya
sebagai berikut:
Penyerapan TK = ∆TK / LPE; dimana:
∆TK
: Selisih dari penyerapan tenaga kerja
pada tahun t (TKt) dan penyerapan tenaga kerja pada tahun t-1 (TKt-1) atau (TKt) - (TKt-1).
LPE
: Laju Pertumbuhan Ekonomi.
Formula perhitungan
penyerapan tenaga kerja di atas dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar
dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya seberapa banyak tenaga kerja yang
dapat terserap untuk setiap kenaikan 1%
LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi).
Dari hasil kalkulasi data
pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan yang dirilis oleh Biro Pusat Statistik
Kota Bekasi selama tahun 2005-2010 diperoleh rata-rata selisih penyerapan tenaga kerja ∆TK = 95.313 tenaga kerja dan rata-rata pertumbuhan ekonomi LPE = 5,50%
sehingga penyerapan tenaga kerja per 1% LPE (TK) = 17.323 tenaga kerja. Artinya setiap pertumbuhan ekonomi 1% dapat menyerap
tenaga kerja atau menyediakan lapangan kerja sebanyak 17.323 tenaga kerja.
Merujuk pada hasil
perhitungan di atas, bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun 5,50% dengan
demikian lapangan kerja yang akan tersedia sebanyak 5,50 x 17.323 = 95.276,50
lapangan kerja per tahun. Bila masa
kepemimpinan walikota dan wakil walikota untuk satu periode adalah lima tahun,
maka Walikota Dr. H. Rahmat Effendi dan Wakil Walikota H. Ahmad Syaikhu akan
mampu menyediakan lapangan kerja sebanyak 476.382,5 lapangan kerja per lima
tahun. Ini berarti capaian kinerjanya
(dalam bidang penyediaan lapangan kerja) akan mencapai 952,77%. Wow....luar biasa sekali!!.
Sektor
Ekonomi Riil
Biro Pusat Statistik merilis
ada 11 sektor usaha di Kota Bekasi yang dapat mendongkrak laju pertumbuhan
ekonomi berdasarkan serapan tenaga kerjanya yaitu pelayanan kesehatan, lembaga
pendidikan, perdagangan, hotel, keuangan, industri pengolahan, jasa perusahaan,
restoran, pariwisata/hiburan, bangunan/property dan jasa-jasa lainnya.
Industri pengolahan merupakan
jenis usaha yang porsi menyerapan tenaga kerjanya paling besar yakni 68,71%
disusul usaha perdagangan, jasa perusahaan dan pelayanan kesehatan masing-masing
menyerap tenaga kerja 13,84%, 6,03% dan 5,39%.
Sedangkan jenis usaha yang paling sedikit serapan tenaga kerjanya yaitu
bangunan/property dan pariwisata/hiburan masing-masing 0,25% dan 0,19%.
Selain 11 sektor usaha di
atas, perekonomian Kota Bekasi selama ini ditopang oleh sektor Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi. UMKM
unggulan Kota Bekasi yang selama ini menjadi penggerak perekonamian lokal,
diantaranya : UMKM boneka, furniture, handycraft, ikan hias, konveksi, makanan
dan minuman, petrnakan, sepatu/sandal, dan tanaman hias. Serapan tenaga kerja dari sektor UMKM-UMKM
tersebut mencapai 2.131 tenaga kerja.
Sedangkan serapan tenaga kerja sektor koperasi mencapai 1.666 tanaga
kerja yang tersebar di 520 koperasi.
Akselerasi
Penyediaan Lapangan Kerja
Paparan di atas menunjukkan
bahwa penyediaan lapangan kerja bagi 50.000 orang bukan merupakan omong kosong
atau hoak belaka. Secara akademis bisa dibuktikan bahwa dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,50%, Kota Bekasi bisa menyedikan lapangan kerja
sebanyak 95.276,50 lapangan kerja per tahun.
Namun demikian, untuk lebih
memperluas dan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja, maka diperlukan
upaya-upaya perbaikan dan percepatan (acceleration)
terhadap hal-hal yang paling mendasar bagi terciptanya iklim usaha yang
kondusif.
Dengan terciptanya iklim
usaha yang kondusif maka akan menarik investor untuk berinvestasi di Kota
Bekasi. Dampaknya investasi akan
meningkat dan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi tinggi, maka ketersediaan
lapangan kerja menjadi lebih banyak.
Untuk mewujudkan terciptanya
iklim usaha yang kondusif, maka hal-hal mendasar yang perlu dilakukan
Pemerintah Kota Bekasi antara lain : (1) Peningkatan dan perbaiakan pelayanan
perizinan, (2) kaji ulang perda dan perwal yang tidak mendukung bagi
terciptanya iklim usaha yang kondusif, (3) Terapkan sistem insentif dan
disentif, (4) Perbaikan infrastruktur jalan dan utilitas kota, (5) Penyediaan
SDM sesuai kebutuhan lapangan kerja melalui peningkatan pendidikan dan
pelatihan ketrampilan kerja, (6) Memperkuat kebijakan usaha bagi UMKM dan
koperasi, dan (7) Mengoptimalkan penggunaan dana bergulir bagi UMKM dan
koperasi.
Bila langkah-langkah di atas
dapat dilaksanakan, pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi dapat melampaui LPE
nasional dan Kota Bekasi akan menjadi kota yang “maju” dan “sejahtera” di
bidang ekonomi sebagaimana visinya yaitu “Bekasi Maju, Sejahtera dan Ihsan”.
*) penulis
adalah Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni Magister
Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor.
Label:
artikel
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
KONTRAVERSI BATAS USIA PENSIUN PNS
Oleh : H. CARDIMAN, SP., MP.
(Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni
Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor)
Menjelang
masa pensiun beberapa pejabat eselon II di Pemerintah Kota Bekasi, batas usia pensiun (BUP) PNS mulai banyak yang
mempertanyakan kembali. Meskipun,
berdasarkan peraturan (UU dan PP) tidak ada perubahan mendasar mengenai BUP
yakni masih tetap 56 tahun.
Secara
teoritis, batas usia pensiun (BUP) adalah batas usia dimana seorang manusia
dianggap sudah tidak produktif lagi. Penentuan BUP didasarkan kepada angka harapan hidup masyarakatnya. Di setiap
negara mempunyai angka harapan hidup (usia harapan hidup/UHH) yang
berbeda-beda. Berdasarkan daftar UHH yang dirilis oleh CIA world Factbook PBB bahwa UHH penduduk dunia (tahun 2011) rata-rata
66,5 tahun.
Negara
Monako, Macau dan San Marino masyarakatnya memiliki UHH tertinggi di dunia
masing-masing 89,7 tahun, 84,4 tahun dan 83 tahun sehingga menduduki peringkat
1, 2 dan 3 dari daftar UHH dunia.
Sedangkan negara yang masyarakatnya memiliki UHH terendah yakni Zambia,
Angola dan swaziland masing-masing 38,6 tahun, 38,2 tahun dan 31,8 tahun dan menduduki peringkat terakhir masing-masing
189, 190 dan 191. Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 108 dengan UHH 70,7
tahun.
Batas usia pensiun bagi pegawai negeri sipil
(PNS) di Indonesia sesungguhnya telah diatur dengan undang-undang nomor 8 tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Operasionalnya diatur melalui Peraturan Pemerintah RI nomor 32 tahun
1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Dalam pasal 3 peraturan pemerintah tersebut
disebutkan bahwa batas usia pensiun bagi PNS adalah 56 tahun.
Pada
saat peraturan pemerintah tersebut diterbitkan, usia harapan hidup masyarakat
Indonesia ada dikisaran antara 55-57 tahun.
Lima belas tahun kemudian, yakni tahun 1994 usia harapan hidup
masyarakat Indonesia meningkat menjadi 63,6 tahun dan pada tahun 2011 meningkat
kembali menjadi 70,7 tahun.
Kalau
dikomparasikan antara UHH dengan BUP, pada
saat UUH masyarakat Indonesia mencapai 57 tahun, maka BUP ditetapkan 56
tahun. Sedangkan pada saat sekarang,
dimana UHH sudah mencapai 70,7 tahun, apakah BUP-nya masih tetap 56 tahun atau
sudah berubah menjadi 60, 62, 65 atau 70 tahun!
Mengapa BUP menjadi
kontraversi?
Sebenarnya
aturan BUP PNS sudah cukup jelas.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 3 PP nomor 32 tahun 1979 dan
perubahan-perubahannya. Mulai dari perubahan
pertama pada tahun 1994, perubahan kedua tahun 2008, perubahan ketiga tahun
2011 dan pada bulan Maret 2013 dilakukan
kembali perubahan yang keempat melalui peraturan pemerintah nomor 19 tahun
2013. Serta dikuatkan dengan Surat
Edaran (SE) dari Meteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) nomor
SE/04/M.PAN/03/2006 dan Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN)
nomor K.26-30/v.80-9/99.
Dari
kelima PP tersebut dan dikuatkan pula dengan SE-MENPAN serta keputusan kepala
BKN, intinya adalah mengatur BUP PNS pada usia 56 tahun dan dapat diperpanjang
hingga 60 tahun bagi pejabat yang menduduki jabatan stuktural eselon I dan II.
Menurut
hemat kami, aturan tentang BUP ini sudah cukup jelas, tetapi mengapa masih
banyak orang yang tetap mempertanyakannya?
Tampaknya pertanyaan itu mencul karena adanya beberapa faktor yang
melatarbelakanginya, antara lain : 1) Adanya informasi-informasi baru seputar
reformasi birokrasi, tepatnya adanya Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil
Negara (RUU ASN) dan 2) Adanya kewenangan tertentu dari pembina kepegawaian
untuk perpanjangan usia pensiun bagi
pejabat yang menduduki jabatan eselon II.
Memang
dalam pasal 89 RUU ASN dinyatakan bahwa usia pensiun bagi Jabatan Administrasi
58 tahun dan bagi Jabatan Eksekutif Senior 60 tahun. Diuraikan pula bahwa yang dimaksud Jabatan
Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi
berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen kebijakan pemerintahan, dan
pembangunan. Sedangkan Jabatan Eksekutif
Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan. Tetapi sampai saat ini UU ASN masih berupa
rancangan dan belum disahkan menjadi undang-undang. Sehingga BUP 58 tahun masih menjadi wacana
belaka.
Kemudian
mengenai kewenangan pembina kepegawaian untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang
usia pensiun pejabat eselon II, memang sangat bersifat subyektif. Karena kriteria-kriteria yang tertuang dalam
PP-nya juga bersifat kualitatif dan bukan bersifat kuantitatif, sehingga tolok
ukurnya menjadi subjektif.
Persyaratan
untuk memperpanjang usia pensiun bagi pejabat eselon II ada empat point yaitu
1) Memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi, 2)
Memiliki kinerja yang baik, 3) Memiliki moral dan integritas yang baik, dan 4)
Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan keterangan dokter. Tampak sekali, keempatnya bersifat sangat
normatif.
Dari
keempat point tersebut kalau kita uji
satu per satu, misalnya point pertama “memiliki keahlian dan pengalaman yang
sangat dibutuhkan organisasi”. Setiap
pejabat eselon II dengan pengalaman kerja lebih dari 30 tahun apakah dia tidak
memiliki pengalaman dan keahlian?
Jawabannya pasti “memiliki”. Jadi
untuk point pertama semua pejabat eselon II berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Selanjutnya
untuk point kedua yaitu memiliki kinerja yang baik. Selama ini kinerja PNS diukur melalui DP3 (Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) dan nilai DP3 setiap PNS selalu baik dan
meningkat. Jadi untuk kriteria poin
kedua juga semua pejabat eselon II berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Kemudian
untuk point ketiga yakni memiliki moral dan integritas yang baik. Tolok ukur seorang PNS memiliki moral dan
integritas yang baik adalah yang bersangkutan tidak tersangkut masalah hukum
dan masalah sosial. Sepanjang pejabat
eselon II tersebut tidak tersangkut dengan masalah hukum dan masalah sosial,
maka yang bersangkutan juga berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Persyaratan
yang terakhir yaitu sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan keterangan
dokter. Untuk point ini, apabila pejabat
eselon II tidak sehat secara fisik tanpa keterangan dokterpun biasanya mudah
diketahui. Bila demikian yang
bersangkutan tidak berhak untuk diperpanjang BUP-nya. Tetapi bagi pejabat eselon II yang
benar-benar sehat jasmani rohani maka dia berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Kelihatan
dengan sangat jelas bahwa keempat persyaratan tersebut yang membuat kewenangan
pembina kepegawaian dalam menetapkan untuk memperpanjang atau tidak
memperpanjang BUP-nya menjadi sangat sangat subjektif. Hal ini rupanya yang dapat memunculkan
kembali pertanyaan-pertanyaan mengenai BUP.
Label:
MPP
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
MEMBANGUN PERADABAN BIROKRASI
Oleh : CARDIMAN, SP, MP *)
Dalam setiap kesempatan apel pagi dan rapat-rapat dinas,
Dr.H.Rahmat Efendi Walikota Bekasi yang terpilih lewat Pemilukada satu kali
putaran dengan perolehan suara 43,87%
selalu mengatakan bahwa untuk membangun Kota Bekasi ke depan harus
dengan “peradaban” melalui perubahan budaya, perilaku dan pola pikir seluruh
aparatur Pemda Kota Bekasi.
Pertanyaannya adalah peradaban seperti apa yang
diinginkan oleh orang nomor 1 (satu) Kota Bekasi yang biasa dipanggil Bang
Pepen tersebut agar bisa diaplikasikan dan diikuti oleh seluruh aparatur Pemda
Kota Bekasi. Apakah yang dimaksud adalah
peradaban suku maya, peradaban mesir kuno, peradaban yunani, peradaban barat, peradaban timur, peradaban
islam atau peradaban lainnya?
Untuk memahami hal tersebut, kita coba telisik makna kata
“peradaban”. Berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, peradaban berasal dari
kata “adab” artinya budi pekerti yang halus, akhlak yang baik, budi bahasa,
kesopanan. Sedangkan per-adab-an
mengandung arti : 1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin. 2) hal yang
menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayan suatu bangsa.
Disamping itu, peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization
yang berasal dari kata civil (warga kota) dan sivitas (kota;
kedudukan warga kota). Dalam beberapa literatur biasanya peradaban juga
disamakan dengan budaya dan kebudayaan.
Menurut Samuel Phillips Huntington (1996) dalam karyanya The Clash of
Civilizations, bahwa peradaban
mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan.
Sementara itu berdasarkan Wikipedia Indonesia, peradaban memiliki
keterkaitan yang erat dengan manusia atau masyarakat. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk
pada suatu masyarakat yang "kompleks" dicirikan oleh praktik dalam
pertanian, hasil karya dan pemukiman. Anggota-anggota sebuah peradaban akan
disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Dalam hal ini, peradaban adalah kebudayaan yang memiliki
nilai yang tinggi dan halus. Kelahiran peradaban sangat ditentukan oleh faktor
geografis atau bentuk muka bumi. Pada umumnya, peradaban lahir di lembah sungai
atau di daerah-daerah yang subur, daerah yang memungkinkan memberikan kehidupan
bagi manusia. Di daerah tempat lahirnya peradaban akan timbul suatu sistem
kemasyarakatan, sistem kekuasaan, bangunan-bangunan hasil kebudayaan, sistem
mata pencaharian hidup, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Semuanya itu tumbuh sebagai hasil dari cipta
rasa dan karsa manusia yang menempati suatu wilayah tertentu. Bentuk-bentuk
dari peradaban tersebut berkembang dalam suatu kurun tertentu. Bahkan peradaban suatu wilayah dapat menyebar
dan mempengaruhi kehidupan wilayah lainnya.
Budaya Kerja
Birokrasi
Budaya kerja birokrasi selama ini dikenal masyarakat luas
sebagai budaya kerja yang lamban, berbelit-belit dan tidak efesien. Hal demikian terjadi di hampir seluruh
tingkatan pemerintahan baik di tingkat daerah maupun pusat. Sehingga beberapa waktu yang lalu, Gubernur
DKI Jakarta dengan terpaksa harus merotasi jajaran pejabat terasnya hanya
karena agar para pejabat tersebut dapat mengikuti rithme pola kerja Gubernurnya
yang cepat, tidak muter-muter dan efesien.
Bahkan untuk mendapatkan pejabat yang kapabel dalam pelayanan publik,
Gubernur yang akrab dipanggil Jokowi telah mewacanakan “lelang jabatan” bagi
jabatan lurah dan camat bahkan juga
untuk jabatan kepala dinas.
Dengan langkah-langkah inovatif yang telah dilakukan oleh
Gubernur yang belakangan sering dijuluki Joko Wow, maka diharapkan kesan etos
kerja birokrasi seperti yang telah disebutkan di atas akan berubah menjadi etos
kerja birokrasi yang cepat, efesien dan inovatif. Slogan salah satu kontestan pemilu presiden
2009, “lebih cepat lebih baik” mungkin sangat pas untuk menggambarkan etos
kerja birokrasi dalam pelayanan publik di masa depan.
Mungkinkah hal seperti itu terjadi pada daerah-daerah
lain? Jawabannya hanya Allah SWT yang
tahu, tetapi kalau melihat kecenderungan (trend) dunia dalam tata kelola
pemerintahan maka apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta akan menjadi trend
baru di Indonesia dan akan memberikan efek domino bagi gubernur-gubernur yang lain dan para bupati dan walikota di
daerah lain.
Pertanyaan selanjutnya adalah kalau di pemda Kota Bekasi
bagaimana? Jawabannya adalah seperti
diulas dalam kalimat pembuka artikel ini, bahwa Walikota Bekasi yang belum lama
dilantik untuk masa jabatan 2013-2018 sangat konsen untuk mendorong perubahan paradigma budaya kerja aparatur di
lingkungan pemda Kota Bekasi sebagaimana dapat dilihat dari statemen-statemen
yang sering disampaikan baik saat memimpin apel maupun rapat-rapat dinas.
Kalau kita merujuk pada prinsip hidup salah seorang Wakil Presiden RI, H.M. Yusuf Kalla dalam
buku biografinya “JK Ensiklopedia” bahwa
bekerja adalah pengabdian. Dan dalam
agama Islam dinyatakan bahwa bekerja dengan ikhlas adalah ibadah. Untuk itu, wajib hukumnya bagi para pejabat birokrasi
untuk terus bekerja, bekerja dan bekerja agar tercipta budaya kerja yang efesien dan inovatif sehingga dapat
berkontribusi bagi terwujudnya suatu peradaban baru yaitu peradaban birokrasi
*)
penulis adalah Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota
Bekasi, alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor.
Label:
artikel
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
PERJALANAN UMROH : BLACK MARKET RUPIAH DI TANAH MADMAK (MADINAH MAKKAH)
Oleh : H. CARDIMAN, SP., MP.
(Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni
Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor)
Hari
senin 29 April 2013 pukul 17.45 wib pesawat airbus dari perusahaan penerbangan Emirates dengan nomor penerbangan EK 802
take of dari Bandara International
Soekarno-Hatta menuju Jeddah. Setelah
11 jam mengudara dan transit di Dubai, menjelang subuh pesawat tersebut landing di ladasan Bandara International
King Abdul Aziz Jeddah.
Saat
rombongan kami yang berjumlah 20 orang datang bersama rombongan lain dengan
pesawat yang sama, suasana Bandara King Abdul Aziz masih lengang. Tiba-tiba ada dua orang laki-laki arab
memakai pakaian model negara Timur Tengah lengkap dengan sorban dan kain gamis
menghampiri kami menawarkan voucer perdana jaringan telepon selular operator mobily, Zain, KSA, STC, Al-Jawal, du,
atau jaringan telpon lokal arab lainnya. Mereka menawarkan voucer telpon kartu perdana isi
30 SR (Saudi Riyal) hanya dibayar dengan Rp. 100.000. Meraka tidak minta dibayar dengan uang riyal,
tetapi mereka minta dibayar dengan uang rupiah, uang seratur ribu rupiah bukan
uang pecahan.
Setelah
mengambil miqot, memakai pakaian
ihrom dan membaca niat umroh di
Jeddah, rombongan langsung menuju Kota Makkah untuk melaksanakan ibadah umroh.
Seperti biasa ritual ibadah umroh didahului dengan membaca niat umroh di
tempat miqot, kemudian melaksanakan thowaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran.
Dilanjutkan dengan shalat sunat thowaf
dua rakaat di belakang Maqom Ibrahim
dan minum air zam-zam. Selanjutnya melaksanakan sa’i dengan cara berjalan menaiki dan menuruni bukit Shofa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
Selesai itu, bertahalul atau
mencukur/menggunting beberapa helai rambut kepala. Selepas tahalul,
maka usailah sudah ritual ibadah umroh.
Prosesi
ritual ibadah umroh mulai dari thowaf sampai tahalul umumnya dikerjakan selama dua sampai tiga jam. Setelah itu acara bebas, artinya acara selama
di Makkah tidak lagi dipandu oleh seorang pemandu dari travel melainkan
ditentukan oleh masing-masing individu atau kelompok-kelompok kecil. Acara bebas yang mereka gemari umumnya
memperbanyak ibadah di Masjidil Harom dan shoping.
Rupiah Alat Transaksi
Jual Beli di Kota MadMak
Bagi
ibu-ibu dan bapak-bapak yang suka shoping
atau paling tidak hanya belanja untuk sekedar oleh-oleh pulang dari umroh,
belanja dengan menggunakan uang rupiah sama mudahnya dengan uang riyal. Mulai dari pedagang kaki lima yang banyak
menggelar dagangannya di lorong-lorong jalan menuju Masjidil Harom dan Masjid
Nabawi sampai pertokoan mewah yang pakai
credit card juga semua
menerima transaksi dengan mata uang rupiah.
Namun tidak semua pecahan mata uang rupiah mereka mau terima, hanya pecahan
Rp.100.000 atau Rp. 50.000 saja yang mereka inginkan.
Kemudahan
berbelanja juga ditunjang dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar dalam transaksi jual-beli.
Hampir semua pedagang dari timur tengah baik orang kulit hitam Afrika
maupun kulit berwarna dari Turki atau Afganistan selalu mencoba menawarkan
barang dagangannya dengan menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi pedagang di toko-toko besar, hampir
dipastikan ada pelayannya yang bisa berbahasa Indonesia. Walaupun bahasa
Indonesia yang mereka gunakan terkadang cukup lucu tertengar di telinga, tetapi
cukup komunikatif untuk dijadikan bahasa pengantar transaksi jual-beli. Jadi, Kota Makkah dan
Madinah benar-benar merupakan sorga belanja bagi orang Indonesia.
Kemudahan
bertransaksi dengan mata uang rupiah juga diakui oleh orang-orang Afrika
Selatan, India, Turki, Dubai dan Pakistan bahwa mata uang rupiah dapat
ditransaksikan dengan mudah untuk keperluan sehari-hari buat beli roti, susu,
pisang dan buah-buahan lainnya.
Kondisi
sebaliknya bila kita masuk ke tempat penukaran uang resmi (Money changer). Saat datang
ke tempat itu, kita akan dibuat bingung.
Kenapa? Karena di sana tidak tampak sedikitpun atribut-atribut dari
negara kita Indonesia, jangankan nilai kurs rupiahnya, lambang benderanya juga tidak tampak sama
sekali. Sementara itu mata uang tetangga
negara kita seperti Malaysia, Pakistan, Thailand dan India masing-masing ada
bertengger di papan money changer. Miris rasanya melihat kondisi seperti
ini. Mata uang rupiah yang dengan
mudahnya dipergunakan sebagai alat transaksi jual beli di dua Kota Tanah Harom,
ternyata kursnya tidak dijual belikan secara legal. Melainkan hanya
didapatkan di tempat-tempat penukaran uang yang tidak resmi alias illegal market atau black market.
Di
money changer yang resmi juga
sebenarnya mata uang rupiah bisa ditukar dengan mata uang riyal, tetapi karena
tidak ada di papan kurs maka kita perlu beberapa kali tanya dan konfirmasi untuk
memastikan berapa nilai tukar sebenarnya mata uang rupiah terhadap mata uang
riyal. Kalau petugas money changer yang ditanya kebetulan
jujur, maka dia akan menjawab yang sebenarnya.
Namun bila dia tidak jujur maka nilai kurs rupiah pun akan selalu berfluktuasi.
Tampaknya
kebijakan pemerintah untuk memotong atau menyederhanakan nilai mata uang rupiah
menjadi lebih kecil dengan tanpa mengubah nilai tukarnya (redenominasi), dalam konteks ini perlu didukung penuh. Dengan pemotongan tiga digit, maka yang
semula bernilai Rp.1.000.000 menjadi Rp.1.000.
Dengan demikian, kalau sekarang kurs mata uang riyal 1 SR sama dengan
Rp.2.700, maka kelak akan menjadi 1 SR sama dengan Rp.2,7.
Dengan
kebijakan redenominasi berarti
sekaligus akan menguatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang
negara lain. Artinya nilai mata uang
negara kita sejajar dengan mata uang negara-negara lain di Asia, Eropa, Afrika
maupun Amerika. Dan yang lebih penting
bendera Merah Putih dan kurs mata uang rupiah akan terpampang di papan money changer legal di dua Kota Harom
yaitu Kota Makkah dan Madinah. Kalau
sudah demikian, rasanya harga diri dan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia
akan semakin melambung tinggi. Bangga karena derajat bangsa kita sama dengan
bangsa lain.
Label:
artikel
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
NILAI EKONOMI DARI TRADISI MUDIK DAN BERBAGI
Oleh : H. CARDIMAN, SP,
MP*)
Pada
H-1 jalur Pantura Indramayu sudah mulai lengang. Kendaraan pribadi dan bus umum sudah dapat
memacu kecepatannya secara normal di atas 80 km/jam. Hanya beberapa rombongan kecil para pemudik
dengan sepeda motor terlihat bergerombol di sekitar SPBU untuk mengisi BBM dan istirahat
melepas lelah. Seperti biasa sepeda
motor mereka tampak keberatan beban muatan dengan empat orang penumpang, dua
orang dewasa dan dua orang anak-anak, ditambah lagi sebuah tas ransel di bagian
depan dan dua buah kardus di bagian belakang yang diberi tambahan papan yang
diikat pada bagian jok belakang sepeda motor mereka.
Padahal
jalur ini pada H-5 dan H-4 telah dipadati pemudik hingga menimbulkan kemacetan yang
sangat panjang hingga mencapai lima kilo meter.
Sehingga petugas Polantas di gerbang tol Cikampek harus memberlakukan
kebijakan buka-tutup jalur pantura untuk mengurangi kemacetan di jalur utara
tersebut.
Sesampai
di kampung halaman dan setelah melepas penat, para pemudik umumnya langsung
menjambangi kedua orang tuanya, saudara-saudara dan kerabat dekatnya sambil
tidak lupa membagi-bagikan bingkisan yang dia bawa dari kota dan kegembiraan
pun terpancar dari wajah-wajah mereka.
Berbagi
merupakan salah satu faktor pendorong (push)
hingga seseorang memilih memutuskan untuk pergi mudik daripada harus tetap
tinggal di kota. Karena pada saat
berbagi, yang muncul adalah perasaan kolektif kebahagiaan, kehangatan dan
kebersamaan.
Banyak
pengamat memprediksi, bahwa arus mudik tahun 2013 diperkirakan mencapai 30 juta
orang dan masing-masing membawa uang tunai rata-rata 3 juta rupiah. Sehingga uang yang turut serta bersama para
pemudik mencapai 90 triliyun. Apabila
60% dari penduduk Kota Bekasi juga pergi mudik, maka 4,5 triliyun rupiah uang
tunai yang ikut menggelontor mengalir ke daerah bersamaan dengan perginya para
pemudik. Nominal itu cukup besar,
nilainya 1,5 kali APBD Kota Bekasi.
Apabila dipergunakan untuk menurap tanggul kali Bekasi yang kerap jebol
dan sering membanjiri perumahan Pondok Gede Permai, uang itu masih akan berlebih.
Bahkan bisa juga untuk membangun fly over
Bulak Kapa, memperlebar jalan Pekayon-Pondokgede dan memperbaiki jalan-jalan
yang rusak untuk mengurangi kemacetan.
Pertanyaannya
adalah mampukah uang para pemudik mengakselerasi perputaran ekonomi di daerah
dan berapa lama uang tersebut dapat bertahan di daerah?
Secara
teoritis, adanya aliran uang tunai ke daerah mengakibatkan peningkatan
perputaran ekonomi di daerah teresebut.
Para pemudik pada saat di perjalanan banyak yang istirahat di rest area dan warung-warung sepanjang
jalan, mereka membeli makanan dan minuman sebelum melanjutkan
perjalanannya. Sesampai di kampung
halaman mereka pun berbelanja makanan lokal dan membeli oleh-oleh khas daerah
untuk dibawa pulang balik ke kota. Pendek
kata, uang bekal para pemudik dihabiskan semua di kampung halaman dan selama di
perjalanan. Dengan demikian volume uang tunai di daerah menjadi meningkat dan
perputaran ekonomi juga ikut bergerak lebih cepat.
Namun
percepatan perputaran ekonomi di daerah tersebut bisa diprediksi tidak akan
berlangsung lama. Karena setelah satu
minggu selesai lebaran persediaan kebutuhan pokok harian rumah tangga di
desa-desa dapat dipastikan sudah menipis bahkan mungkin ada yang sudah habis
sama sekali. Minyak goreng habis, tabung
gas 3 kg sudah kosong, sabun cuci, sabun mandi dan perlengkapan mandi lainya
juga sudah habis serta makanan instan produk mie juga sudah tidak bersisa. Semua kebutuhan tersebut mesti dibeli di
minimarket-minimarket yang saat ini sudah
menjamur di desa-desa. Belum
lagi, awal bulan berikutnya harus membayar tagihan listrik dan sebagaian juga
membayar tagihan PDAM.
Minimarket
yang ada di desa-desa tersebut sesungguhnya merupakan perpanjangan tangan dari
pemilik modal besar yang tinggal di kota.
Sehingga setiap akhir bulan akan
ada aliran dana dari minimarket-minimarket yang tersebar di desa-desa ke kantor
pusatnya yang ada di kota. Aliran dana tersebut hampir berbarengan dengan
mengalirnya dana dari PLN kabupaten ke PLN wilayah dan pusat. Dengan demikian telah terjadi siklus aliran
uang dari kota ke desa dan kembali lagi ke kota.
Siklus
tersebut terjadi mulai minggu ketiga setelah lebaran sehingga perputaran
ekonomi daerah pada minggu ketiga tersebut diperkirakan sudah tidak sekencang
pada minggu-minggu menjelang dan setelah lebaran. Dan empat minggu berikutnya, yakni tujuh
minggu setelah lebaran sudah bisa dipastikan perputaran ekonomi di daerah akan
berjalan normal kembali seperti biasa.
Bagaimana Mempertahankan
Akselerasi Perputaran Ekonomi Daerah?
Upaya
untuk mempertahankan perputaran ekonomi daerah agar tetap tinggi merupakan
tugas berat bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta stakeholders pembangunan baik di tingkat
daerah maupun di pusat.
Dengan
ilustrasi siklus aliran ekonomi yang terjadi saat menjelang dan setelah lebaran
sebagaimana di ungkap di atas, maka untuk memperlambat atau bahkan menghambat
laju aliran dana agar tidak cepat lari ke kota-kota diperlukan strategi dan
kebijakan ekonomi yang komprehensif.
Kebijakan
ekonomi yang pro rakyat kecil merupakan jawabannya. Meskipun terdengar klasik, namun tetap aktual
untuk diterapkan. Pemerintah Pusat
melalui APBN dapat meningkatkan alokasi anggaran yang cukup untuk peningkatan
sarana prasarana produksi di daerah. Baik berupa produksi pangan maupun
produksi kebutuhan pokok non pangan.
Sehingga di desa-desa (daerah) akan muncul keanekaragaman pangan khas
daerah dan aneka jenis produk kerajinan yang bercorak kedaerahan.
Dan
untuk memudahkan pemasaran hasil produk tersebut, Pemerintah Daerah melalui
APBD agar dapat mengalokasikan anggaran yang memadai untuk merevitalisasi
pasar-pasar tradisional sehingga pasar tradisional menjadi pasar yang nyaman
dan aman untuk berbelanja maupun berjualan. Dan juga perlu dilakukan penguatan
terhadap usaha kios/warung-warung yang tersebar di dalam perkampungan untuk
membendung laju pertumbuhan minimarket yang kian menjamur. Dengan perbaikan tempat-tempat pemasaran
tersebut, maka produk-produk pangan dan kerajinan masyakat lokal akan bisa
dengan mudah dipasarkan di warung-warung dekat rumah mereka maupun di pasar-pasar
tradisional.
Disamping
itu jika masyarakat setempat membutuhkan
minyak goreng, tabung gas 3 kg, mie instan dan kebutuhan pokok lainnya tidak perlu
lagi membeli di minimarket-minimarket tetapi cukup bisa diperoleh di
kios/warung atau pasar tradisional. Dengan
demikian aliran uang dari daerah ke kota lajunya dapat diperhambat, sedangkan
perputaran uang di daerah akan tetap tinggi. Apabila kondisi seperti itu bisa
terjadi, maka akan tumbuh ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi di daerah yang
pada gilirannya nanti akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Kemudian,
yang paling utama apabila terjadi lagi momen-momen seperti mudik lebaran dimana
orang-orang kota atau orang-orang rantau
pulang kampung dengan membawa serta uang tunai, maka uang tersebut dapat
lebih bermanfaat bagi masyarakat di daerah.
Karena uang yang dibawa orang kota tersebut tidak langsung mengalir
kembali ke kota, tetapi akan meningkatkan perputaran ekonomi di daerah dan akan
menjadi penambah investasi di daerah.
*)
Penulis
adalah Lulusan Magister Managemen Pembangunan Daerah IPB Bogor dan menjabat
sebagai Kabid Akuntansi BPKAD Kota Bekasi.
Label:
artikel
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
KEBIJAKAN MOBIL MURAH UNTUK SIAPA?
KEBIJAKAN MOBIL MURAH UNTUK SIAPA?
Oleh : H. Cardiman, SP, MP.
(Alumni Magister Manajemen Pembangunan
Daerah IPB Bogor)
Setelah
Toyota dan Daihatsu melaunching Toyota Agya dan Daihatsu Ayla pada 9 September
2013, beberapa hari kemudian Honda juga mengeluarkan Honda Brio Satya dan
Datsun meluncurkan Datsun Go.
Mobil-mobil baru tersebut sebagai respon terhadap kebijakan pemerintah tentang
Low Cost Green Car (LCGC) atau yang
lebih dikenal dengan mobil murah ramah lingkungan.
Dalam
pameran Indonesia International
Motor Show (IIMS) 2013 yang diselenggarakan
Jakarta International Expo (JIE) Kemayoran Jakarta Pusat, keempat jenis mobil
tersebut sangat laris bak kacang goreng.
Dalam waktu 10 hari saja Daihatsu Ayla sudah terjual 430 unit.
Sebenarnya apa sih “mobil murah ramah lingkungan”
itu? Pertanyaan seperti itu sering
terlontar dari masyarakat umum setelah mereka sering menyaksikan di berbagai
media masa tentang pro kontra keberadaan mobil LCGC. Kalau tentang mobil murah, masyarakat sangat
paham karena harganya dipatok berkisar 100 juta. Lebih murah dari mobil baru yang sudah
beredar sebelumnya. Sedangkan untuk
ramah lingkungan, pemerintah mensyaratkan penggunaan bahan bakarnya 1:20,
artinya setiap satu liter BBM dapat digunakan untuk menempuh jarak 20 Km. Bahkan mobil LCGC ini diklaim memiliki
kandungan komponen lokal sampai 84%.
Pertanyaannya, kenapa pemerintah bersikukuh
menerbitkan kebijakan mobil murah dan siapa yang paling diungtungkan dari
kebijakan tersebut?
Pihak yang paling diuntungkan adalah pengusaha,
karena mobil LCGC mendapat insentif khusus berupa PPnBM sebesar 0% dan
keuntungan lainnya diperoleh dari peningkatan volume penjualan. Bisa dibayangkan, hanya dalam waktu 10 hari di
pameran IIMS 2013, Daihatsu Ayla sudah laku 430 unit. Apalagi kalau mobil-mobil
LCGC tersebut sudah dipasarkan secara luas di seluruh wilayah Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah para produsen
mobil LCGC itu pengusaha asing atau pengusaha nasional? Jadi yang paling menikmati keuntungan dengan
adanya kebijakan mobil murah ternyata pengusaha asing (Jepang).
Pihak yang diuntungkan selanjutnya adalah
pemerintah, karena dengan peningkatan volume penjualan mobil LCGC akan menambah
pendapatan pajak PPn dan PPh. Disamping
itu dengan meningkatnya kandungan komponen lokal dan peningkatan volume dalam
mobil LCGC dan akan meningkatkan penyerapan enaga kerja. Kemudian dengan rasio 1:20 dapat menghemat
BBM.
Namun demikian, peningkatkan volume penjualan
mobil LCGC juga dapat menyebabkan pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi dan akan
memperparah kemacetan di kota-kota besar.
Selanjutnya, perlu dikaji pula seberapa besar keuntungan pemerintah yang
diperoleh dari pendapatan pajak mobil LCGC dibandingkan dengan peningkatan
penggunaan BBM bersubsidi dan biaya sosial ekonomi akibat bertambahnya
kemacetan lalulintas di jalan raya.
Bagaimana dengan rakyat secara keseluruhan,
apakah ikut diuntungkan juga? Bagi
masyarakat kelas menengah tertentu dia bisa diuntungkan, karena dia bisa mampu
membeli mobil baru dengan harga sekitar 100 juta. Tetapi bagi masyarakat umum, kebijakan mobil
murah tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka. Kebijakan tersebut malah akan menciptakan
kemacetan-kemacetan baru dan memperparah kemacetan di kota-kota besar. Secara ekonomi, dampak dari kemacetan mengakibatkan
pemborosan penggunaan BBM sehingga menimbulkan high cost terhadap jasa angkutan dan perdagangan secara umum. Ujung-ujungnya biaya hidup (living cost) menjadi tinggi.
Serangkaian dampak dari peningkatan living cost yang sangat nyata akan
berdampak pada tuntutan peningkatan upah minimum buruh. Dikhawatirkan penyampaian tuntutannya akan
dilakukan dengan cara demo buruh besar-besaran dan anarkis seperti
kejadian-kejadian di masa lalu.
Di sisi lain, kebijakan mobil murah bagi
masyarakat umum juga mengakibatkan peningkatan penggunaan BBM bersubsidi
sehingga peluang dana subsidi untuk bidang pendidikan dan kesehatan bagi
masyarakat pun akan semakin kecil.
Bila kita telaah manfaat dari kebijakan mobil
murah, sesungguhnya pemerintah telah membuat kebijakan yang tidak pro kepada
masyarakatnya bahkan kepada pemerintah sendiri kebijakan tersebut tidak
menguntungkan. Jadi siapa sebenarnya
pembuat kebijakan mobil murah tersebut?
Label:
artikel
Berbagi itu INDAH dan berbagi kebaikan kepada semua orang adalah SHODAQOH. Untuk itu, mari kita BUDAYAKAN BERBAGI baik berupa informasi, ide, keteladanan, pengalaman lapangan, dst...
Langganan:
Postingan (Atom)