Oleh : CARDIMAN, SP, MP *)
Dalam setiap kesempatan apel pagi dan rapat-rapat dinas,
Dr.H.Rahmat Efendi Walikota Bekasi yang terpilih lewat Pemilukada satu kali
putaran dengan perolehan suara 43,87%
selalu mengatakan bahwa untuk membangun Kota Bekasi ke depan harus
dengan “peradaban” melalui perubahan budaya, perilaku dan pola pikir seluruh
aparatur Pemda Kota Bekasi.
Pertanyaannya adalah peradaban seperti apa yang
diinginkan oleh orang nomor 1 (satu) Kota Bekasi yang biasa dipanggil Bang
Pepen tersebut agar bisa diaplikasikan dan diikuti oleh seluruh aparatur Pemda
Kota Bekasi. Apakah yang dimaksud adalah
peradaban suku maya, peradaban mesir kuno, peradaban yunani, peradaban barat, peradaban timur, peradaban
islam atau peradaban lainnya?
Untuk memahami hal tersebut, kita coba telisik makna kata
“peradaban”. Berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, peradaban berasal dari
kata “adab” artinya budi pekerti yang halus, akhlak yang baik, budi bahasa,
kesopanan. Sedangkan per-adab-an
mengandung arti : 1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin. 2) hal yang
menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayan suatu bangsa.
Disamping itu, peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization
yang berasal dari kata civil (warga kota) dan sivitas (kota;
kedudukan warga kota). Dalam beberapa literatur biasanya peradaban juga
disamakan dengan budaya dan kebudayaan.
Menurut Samuel Phillips Huntington (1996) dalam karyanya The Clash of
Civilizations, bahwa peradaban
mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan.
Sementara itu berdasarkan Wikipedia Indonesia, peradaban memiliki
keterkaitan yang erat dengan manusia atau masyarakat. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk
pada suatu masyarakat yang "kompleks" dicirikan oleh praktik dalam
pertanian, hasil karya dan pemukiman. Anggota-anggota sebuah peradaban akan
disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Dalam hal ini, peradaban adalah kebudayaan yang memiliki
nilai yang tinggi dan halus. Kelahiran peradaban sangat ditentukan oleh faktor
geografis atau bentuk muka bumi. Pada umumnya, peradaban lahir di lembah sungai
atau di daerah-daerah yang subur, daerah yang memungkinkan memberikan kehidupan
bagi manusia. Di daerah tempat lahirnya peradaban akan timbul suatu sistem
kemasyarakatan, sistem kekuasaan, bangunan-bangunan hasil kebudayaan, sistem
mata pencaharian hidup, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Semuanya itu tumbuh sebagai hasil dari cipta
rasa dan karsa manusia yang menempati suatu wilayah tertentu. Bentuk-bentuk
dari peradaban tersebut berkembang dalam suatu kurun tertentu. Bahkan peradaban suatu wilayah dapat menyebar
dan mempengaruhi kehidupan wilayah lainnya.
Budaya Kerja
Birokrasi
Budaya kerja birokrasi selama ini dikenal masyarakat luas
sebagai budaya kerja yang lamban, berbelit-belit dan tidak efesien. Hal demikian terjadi di hampir seluruh
tingkatan pemerintahan baik di tingkat daerah maupun pusat. Sehingga beberapa waktu yang lalu, Gubernur
DKI Jakarta dengan terpaksa harus merotasi jajaran pejabat terasnya hanya
karena agar para pejabat tersebut dapat mengikuti rithme pola kerja Gubernurnya
yang cepat, tidak muter-muter dan efesien.
Bahkan untuk mendapatkan pejabat yang kapabel dalam pelayanan publik,
Gubernur yang akrab dipanggil Jokowi telah mewacanakan “lelang jabatan” bagi
jabatan lurah dan camat bahkan juga
untuk jabatan kepala dinas.
Dengan langkah-langkah inovatif yang telah dilakukan oleh
Gubernur yang belakangan sering dijuluki Joko Wow, maka diharapkan kesan etos
kerja birokrasi seperti yang telah disebutkan di atas akan berubah menjadi etos
kerja birokrasi yang cepat, efesien dan inovatif. Slogan salah satu kontestan pemilu presiden
2009, “lebih cepat lebih baik” mungkin sangat pas untuk menggambarkan etos
kerja birokrasi dalam pelayanan publik di masa depan.
Mungkinkah hal seperti itu terjadi pada daerah-daerah
lain? Jawabannya hanya Allah SWT yang
tahu, tetapi kalau melihat kecenderungan (trend) dunia dalam tata kelola
pemerintahan maka apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta akan menjadi trend
baru di Indonesia dan akan memberikan efek domino bagi gubernur-gubernur yang lain dan para bupati dan walikota di
daerah lain.
Pertanyaan selanjutnya adalah kalau di pemda Kota Bekasi
bagaimana? Jawabannya adalah seperti
diulas dalam kalimat pembuka artikel ini, bahwa Walikota Bekasi yang belum lama
dilantik untuk masa jabatan 2013-2018 sangat konsen untuk mendorong perubahan paradigma budaya kerja aparatur di
lingkungan pemda Kota Bekasi sebagaimana dapat dilihat dari statemen-statemen
yang sering disampaikan baik saat memimpin apel maupun rapat-rapat dinas.
Kalau kita merujuk pada prinsip hidup salah seorang Wakil Presiden RI, H.M. Yusuf Kalla dalam
buku biografinya “JK Ensiklopedia” bahwa
bekerja adalah pengabdian. Dan dalam
agama Islam dinyatakan bahwa bekerja dengan ikhlas adalah ibadah. Untuk itu, wajib hukumnya bagi para pejabat birokrasi
untuk terus bekerja, bekerja dan bekerja agar tercipta budaya kerja yang efesien dan inovatif sehingga dapat
berkontribusi bagi terwujudnya suatu peradaban baru yaitu peradaban birokrasi
*)
penulis adalah Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota
Bekasi, alumni Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi