KEBIJAKAN MOBIL MURAH UNTUK SIAPA?
Oleh : H. Cardiman, SP, MP.
(Alumni Magister Manajemen Pembangunan
Daerah IPB Bogor)
Setelah
Toyota dan Daihatsu melaunching Toyota Agya dan Daihatsu Ayla pada 9 September
2013, beberapa hari kemudian Honda juga mengeluarkan Honda Brio Satya dan
Datsun meluncurkan Datsun Go.
Mobil-mobil baru tersebut sebagai respon terhadap kebijakan pemerintah tentang
Low Cost Green Car (LCGC) atau yang
lebih dikenal dengan mobil murah ramah lingkungan.
Dalam
pameran Indonesia International
Motor Show (IIMS) 2013 yang diselenggarakan
Jakarta International Expo (JIE) Kemayoran Jakarta Pusat, keempat jenis mobil
tersebut sangat laris bak kacang goreng.
Dalam waktu 10 hari saja Daihatsu Ayla sudah terjual 430 unit.
Sebenarnya apa sih “mobil murah ramah lingkungan”
itu? Pertanyaan seperti itu sering
terlontar dari masyarakat umum setelah mereka sering menyaksikan di berbagai
media masa tentang pro kontra keberadaan mobil LCGC. Kalau tentang mobil murah, masyarakat sangat
paham karena harganya dipatok berkisar 100 juta. Lebih murah dari mobil baru yang sudah
beredar sebelumnya. Sedangkan untuk
ramah lingkungan, pemerintah mensyaratkan penggunaan bahan bakarnya 1:20,
artinya setiap satu liter BBM dapat digunakan untuk menempuh jarak 20 Km. Bahkan mobil LCGC ini diklaim memiliki
kandungan komponen lokal sampai 84%.
Pertanyaannya, kenapa pemerintah bersikukuh
menerbitkan kebijakan mobil murah dan siapa yang paling diungtungkan dari
kebijakan tersebut?
Pihak yang paling diuntungkan adalah pengusaha,
karena mobil LCGC mendapat insentif khusus berupa PPnBM sebesar 0% dan
keuntungan lainnya diperoleh dari peningkatan volume penjualan. Bisa dibayangkan, hanya dalam waktu 10 hari di
pameran IIMS 2013, Daihatsu Ayla sudah laku 430 unit. Apalagi kalau mobil-mobil
LCGC tersebut sudah dipasarkan secara luas di seluruh wilayah Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah para produsen
mobil LCGC itu pengusaha asing atau pengusaha nasional? Jadi yang paling menikmati keuntungan dengan
adanya kebijakan mobil murah ternyata pengusaha asing (Jepang).
Pihak yang diuntungkan selanjutnya adalah
pemerintah, karena dengan peningkatan volume penjualan mobil LCGC akan menambah
pendapatan pajak PPn dan PPh. Disamping
itu dengan meningkatnya kandungan komponen lokal dan peningkatan volume dalam
mobil LCGC dan akan meningkatkan penyerapan enaga kerja. Kemudian dengan rasio 1:20 dapat menghemat
BBM.
Namun demikian, peningkatkan volume penjualan
mobil LCGC juga dapat menyebabkan pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi dan akan
memperparah kemacetan di kota-kota besar.
Selanjutnya, perlu dikaji pula seberapa besar keuntungan pemerintah yang
diperoleh dari pendapatan pajak mobil LCGC dibandingkan dengan peningkatan
penggunaan BBM bersubsidi dan biaya sosial ekonomi akibat bertambahnya
kemacetan lalulintas di jalan raya.
Bagaimana dengan rakyat secara keseluruhan,
apakah ikut diuntungkan juga? Bagi
masyarakat kelas menengah tertentu dia bisa diuntungkan, karena dia bisa mampu
membeli mobil baru dengan harga sekitar 100 juta. Tetapi bagi masyarakat umum, kebijakan mobil
murah tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka. Kebijakan tersebut malah akan menciptakan
kemacetan-kemacetan baru dan memperparah kemacetan di kota-kota besar. Secara ekonomi, dampak dari kemacetan mengakibatkan
pemborosan penggunaan BBM sehingga menimbulkan high cost terhadap jasa angkutan dan perdagangan secara umum. Ujung-ujungnya biaya hidup (living cost) menjadi tinggi.
Serangkaian dampak dari peningkatan living cost yang sangat nyata akan
berdampak pada tuntutan peningkatan upah minimum buruh. Dikhawatirkan penyampaian tuntutannya akan
dilakukan dengan cara demo buruh besar-besaran dan anarkis seperti
kejadian-kejadian di masa lalu.
Di sisi lain, kebijakan mobil murah bagi
masyarakat umum juga mengakibatkan peningkatan penggunaan BBM bersubsidi
sehingga peluang dana subsidi untuk bidang pendidikan dan kesehatan bagi
masyarakat pun akan semakin kecil.
Bila kita telaah manfaat dari kebijakan mobil
murah, sesungguhnya pemerintah telah membuat kebijakan yang tidak pro kepada
masyarakatnya bahkan kepada pemerintah sendiri kebijakan tersebut tidak
menguntungkan. Jadi siapa sebenarnya
pembuat kebijakan mobil murah tersebut?
Tweet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi