Oleh : H. CARDIMAN, SP., MP.
(Kepala Bidang Akuntansi pada BPKAD Kota Bekasi, alumni
Magister Manajemen Pembangunan Daerah, IPB-Bogor)
Menjelang
masa pensiun beberapa pejabat eselon II di Pemerintah Kota Bekasi, batas usia pensiun (BUP) PNS mulai banyak yang
mempertanyakan kembali. Meskipun,
berdasarkan peraturan (UU dan PP) tidak ada perubahan mendasar mengenai BUP
yakni masih tetap 56 tahun.
Secara
teoritis, batas usia pensiun (BUP) adalah batas usia dimana seorang manusia
dianggap sudah tidak produktif lagi. Penentuan BUP didasarkan kepada angka harapan hidup masyarakatnya. Di setiap
negara mempunyai angka harapan hidup (usia harapan hidup/UHH) yang
berbeda-beda. Berdasarkan daftar UHH yang dirilis oleh CIA world Factbook PBB bahwa UHH penduduk dunia (tahun 2011) rata-rata
66,5 tahun.
Negara
Monako, Macau dan San Marino masyarakatnya memiliki UHH tertinggi di dunia
masing-masing 89,7 tahun, 84,4 tahun dan 83 tahun sehingga menduduki peringkat
1, 2 dan 3 dari daftar UHH dunia.
Sedangkan negara yang masyarakatnya memiliki UHH terendah yakni Zambia,
Angola dan swaziland masing-masing 38,6 tahun, 38,2 tahun dan 31,8 tahun dan menduduki peringkat terakhir masing-masing
189, 190 dan 191. Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 108 dengan UHH 70,7
tahun.
Batas usia pensiun bagi pegawai negeri sipil
(PNS) di Indonesia sesungguhnya telah diatur dengan undang-undang nomor 8 tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Operasionalnya diatur melalui Peraturan Pemerintah RI nomor 32 tahun
1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Dalam pasal 3 peraturan pemerintah tersebut
disebutkan bahwa batas usia pensiun bagi PNS adalah 56 tahun.
Pada
saat peraturan pemerintah tersebut diterbitkan, usia harapan hidup masyarakat
Indonesia ada dikisaran antara 55-57 tahun.
Lima belas tahun kemudian, yakni tahun 1994 usia harapan hidup
masyarakat Indonesia meningkat menjadi 63,6 tahun dan pada tahun 2011 meningkat
kembali menjadi 70,7 tahun.
Kalau
dikomparasikan antara UHH dengan BUP, pada
saat UUH masyarakat Indonesia mencapai 57 tahun, maka BUP ditetapkan 56
tahun. Sedangkan pada saat sekarang,
dimana UHH sudah mencapai 70,7 tahun, apakah BUP-nya masih tetap 56 tahun atau
sudah berubah menjadi 60, 62, 65 atau 70 tahun!
Mengapa BUP menjadi
kontraversi?
Sebenarnya
aturan BUP PNS sudah cukup jelas.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 3 PP nomor 32 tahun 1979 dan
perubahan-perubahannya. Mulai dari perubahan
pertama pada tahun 1994, perubahan kedua tahun 2008, perubahan ketiga tahun
2011 dan pada bulan Maret 2013 dilakukan
kembali perubahan yang keempat melalui peraturan pemerintah nomor 19 tahun
2013. Serta dikuatkan dengan Surat
Edaran (SE) dari Meteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) nomor
SE/04/M.PAN/03/2006 dan Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN)
nomor K.26-30/v.80-9/99.
Dari
kelima PP tersebut dan dikuatkan pula dengan SE-MENPAN serta keputusan kepala
BKN, intinya adalah mengatur BUP PNS pada usia 56 tahun dan dapat diperpanjang
hingga 60 tahun bagi pejabat yang menduduki jabatan stuktural eselon I dan II.
Menurut
hemat kami, aturan tentang BUP ini sudah cukup jelas, tetapi mengapa masih
banyak orang yang tetap mempertanyakannya?
Tampaknya pertanyaan itu mencul karena adanya beberapa faktor yang
melatarbelakanginya, antara lain : 1) Adanya informasi-informasi baru seputar
reformasi birokrasi, tepatnya adanya Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil
Negara (RUU ASN) dan 2) Adanya kewenangan tertentu dari pembina kepegawaian
untuk perpanjangan usia pensiun bagi
pejabat yang menduduki jabatan eselon II.
Memang
dalam pasal 89 RUU ASN dinyatakan bahwa usia pensiun bagi Jabatan Administrasi
58 tahun dan bagi Jabatan Eksekutif Senior 60 tahun. Diuraikan pula bahwa yang dimaksud Jabatan
Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi
berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen kebijakan pemerintahan, dan
pembangunan. Sedangkan Jabatan Eksekutif
Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan. Tetapi sampai saat ini UU ASN masih berupa
rancangan dan belum disahkan menjadi undang-undang. Sehingga BUP 58 tahun masih menjadi wacana
belaka.
Kemudian
mengenai kewenangan pembina kepegawaian untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang
usia pensiun pejabat eselon II, memang sangat bersifat subyektif. Karena kriteria-kriteria yang tertuang dalam
PP-nya juga bersifat kualitatif dan bukan bersifat kuantitatif, sehingga tolok
ukurnya menjadi subjektif.
Persyaratan
untuk memperpanjang usia pensiun bagi pejabat eselon II ada empat point yaitu
1) Memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi, 2)
Memiliki kinerja yang baik, 3) Memiliki moral dan integritas yang baik, dan 4)
Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan keterangan dokter. Tampak sekali, keempatnya bersifat sangat
normatif.
Dari
keempat point tersebut kalau kita uji
satu per satu, misalnya point pertama “memiliki keahlian dan pengalaman yang
sangat dibutuhkan organisasi”. Setiap
pejabat eselon II dengan pengalaman kerja lebih dari 30 tahun apakah dia tidak
memiliki pengalaman dan keahlian?
Jawabannya pasti “memiliki”. Jadi
untuk point pertama semua pejabat eselon II berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Selanjutnya
untuk point kedua yaitu memiliki kinerja yang baik. Selama ini kinerja PNS diukur melalui DP3 (Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) dan nilai DP3 setiap PNS selalu baik dan
meningkat. Jadi untuk kriteria poin
kedua juga semua pejabat eselon II berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Kemudian
untuk point ketiga yakni memiliki moral dan integritas yang baik. Tolok ukur seorang PNS memiliki moral dan
integritas yang baik adalah yang bersangkutan tidak tersangkut masalah hukum
dan masalah sosial. Sepanjang pejabat
eselon II tersebut tidak tersangkut dengan masalah hukum dan masalah sosial,
maka yang bersangkutan juga berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Persyaratan
yang terakhir yaitu sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan keterangan
dokter. Untuk point ini, apabila pejabat
eselon II tidak sehat secara fisik tanpa keterangan dokterpun biasanya mudah
diketahui. Bila demikian yang
bersangkutan tidak berhak untuk diperpanjang BUP-nya. Tetapi bagi pejabat eselon II yang
benar-benar sehat jasmani rohani maka dia berhak untuk diperpanjang BUP-nya.
Kelihatan
dengan sangat jelas bahwa keempat persyaratan tersebut yang membuat kewenangan
pembina kepegawaian dalam menetapkan untuk memperpanjang atau tidak
memperpanjang BUP-nya menjadi sangat sangat subjektif. Hal ini rupanya yang dapat memunculkan
kembali pertanyaan-pertanyaan mengenai BUP.
Tweet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi