Oleh : H. CARDIMAN, SP,
MP*)
Pada
H-1 jalur Pantura Indramayu sudah mulai lengang. Kendaraan pribadi dan bus umum sudah dapat
memacu kecepatannya secara normal di atas 80 km/jam. Hanya beberapa rombongan kecil para pemudik
dengan sepeda motor terlihat bergerombol di sekitar SPBU untuk mengisi BBM dan istirahat
melepas lelah. Seperti biasa sepeda
motor mereka tampak keberatan beban muatan dengan empat orang penumpang, dua
orang dewasa dan dua orang anak-anak, ditambah lagi sebuah tas ransel di bagian
depan dan dua buah kardus di bagian belakang yang diberi tambahan papan yang
diikat pada bagian jok belakang sepeda motor mereka.
Padahal
jalur ini pada H-5 dan H-4 telah dipadati pemudik hingga menimbulkan kemacetan yang
sangat panjang hingga mencapai lima kilo meter.
Sehingga petugas Polantas di gerbang tol Cikampek harus memberlakukan
kebijakan buka-tutup jalur pantura untuk mengurangi kemacetan di jalur utara
tersebut.
Sesampai
di kampung halaman dan setelah melepas penat, para pemudik umumnya langsung
menjambangi kedua orang tuanya, saudara-saudara dan kerabat dekatnya sambil
tidak lupa membagi-bagikan bingkisan yang dia bawa dari kota dan kegembiraan
pun terpancar dari wajah-wajah mereka.
Berbagi
merupakan salah satu faktor pendorong (push)
hingga seseorang memilih memutuskan untuk pergi mudik daripada harus tetap
tinggal di kota. Karena pada saat
berbagi, yang muncul adalah perasaan kolektif kebahagiaan, kehangatan dan
kebersamaan.
Banyak
pengamat memprediksi, bahwa arus mudik tahun 2013 diperkirakan mencapai 30 juta
orang dan masing-masing membawa uang tunai rata-rata 3 juta rupiah. Sehingga uang yang turut serta bersama para
pemudik mencapai 90 triliyun. Apabila
60% dari penduduk Kota Bekasi juga pergi mudik, maka 4,5 triliyun rupiah uang
tunai yang ikut menggelontor mengalir ke daerah bersamaan dengan perginya para
pemudik. Nominal itu cukup besar,
nilainya 1,5 kali APBD Kota Bekasi.
Apabila dipergunakan untuk menurap tanggul kali Bekasi yang kerap jebol
dan sering membanjiri perumahan Pondok Gede Permai, uang itu masih akan berlebih.
Bahkan bisa juga untuk membangun fly over
Bulak Kapa, memperlebar jalan Pekayon-Pondokgede dan memperbaiki jalan-jalan
yang rusak untuk mengurangi kemacetan.
Pertanyaannya
adalah mampukah uang para pemudik mengakselerasi perputaran ekonomi di daerah
dan berapa lama uang tersebut dapat bertahan di daerah?
Secara
teoritis, adanya aliran uang tunai ke daerah mengakibatkan peningkatan
perputaran ekonomi di daerah teresebut.
Para pemudik pada saat di perjalanan banyak yang istirahat di rest area dan warung-warung sepanjang
jalan, mereka membeli makanan dan minuman sebelum melanjutkan
perjalanannya. Sesampai di kampung
halaman mereka pun berbelanja makanan lokal dan membeli oleh-oleh khas daerah
untuk dibawa pulang balik ke kota. Pendek
kata, uang bekal para pemudik dihabiskan semua di kampung halaman dan selama di
perjalanan. Dengan demikian volume uang tunai di daerah menjadi meningkat dan
perputaran ekonomi juga ikut bergerak lebih cepat.
Namun
percepatan perputaran ekonomi di daerah tersebut bisa diprediksi tidak akan
berlangsung lama. Karena setelah satu
minggu selesai lebaran persediaan kebutuhan pokok harian rumah tangga di
desa-desa dapat dipastikan sudah menipis bahkan mungkin ada yang sudah habis
sama sekali. Minyak goreng habis, tabung
gas 3 kg sudah kosong, sabun cuci, sabun mandi dan perlengkapan mandi lainya
juga sudah habis serta makanan instan produk mie juga sudah tidak bersisa. Semua kebutuhan tersebut mesti dibeli di
minimarket-minimarket yang saat ini sudah
menjamur di desa-desa. Belum
lagi, awal bulan berikutnya harus membayar tagihan listrik dan sebagaian juga
membayar tagihan PDAM.
Minimarket
yang ada di desa-desa tersebut sesungguhnya merupakan perpanjangan tangan dari
pemilik modal besar yang tinggal di kota.
Sehingga setiap akhir bulan akan
ada aliran dana dari minimarket-minimarket yang tersebar di desa-desa ke kantor
pusatnya yang ada di kota. Aliran dana tersebut hampir berbarengan dengan
mengalirnya dana dari PLN kabupaten ke PLN wilayah dan pusat. Dengan demikian telah terjadi siklus aliran
uang dari kota ke desa dan kembali lagi ke kota.
Siklus
tersebut terjadi mulai minggu ketiga setelah lebaran sehingga perputaran
ekonomi daerah pada minggu ketiga tersebut diperkirakan sudah tidak sekencang
pada minggu-minggu menjelang dan setelah lebaran. Dan empat minggu berikutnya, yakni tujuh
minggu setelah lebaran sudah bisa dipastikan perputaran ekonomi di daerah akan
berjalan normal kembali seperti biasa.
Bagaimana Mempertahankan
Akselerasi Perputaran Ekonomi Daerah?
Upaya
untuk mempertahankan perputaran ekonomi daerah agar tetap tinggi merupakan
tugas berat bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta stakeholders pembangunan baik di tingkat
daerah maupun di pusat.
Dengan
ilustrasi siklus aliran ekonomi yang terjadi saat menjelang dan setelah lebaran
sebagaimana di ungkap di atas, maka untuk memperlambat atau bahkan menghambat
laju aliran dana agar tidak cepat lari ke kota-kota diperlukan strategi dan
kebijakan ekonomi yang komprehensif.
Kebijakan
ekonomi yang pro rakyat kecil merupakan jawabannya. Meskipun terdengar klasik, namun tetap aktual
untuk diterapkan. Pemerintah Pusat
melalui APBN dapat meningkatkan alokasi anggaran yang cukup untuk peningkatan
sarana prasarana produksi di daerah. Baik berupa produksi pangan maupun
produksi kebutuhan pokok non pangan.
Sehingga di desa-desa (daerah) akan muncul keanekaragaman pangan khas
daerah dan aneka jenis produk kerajinan yang bercorak kedaerahan.
Dan
untuk memudahkan pemasaran hasil produk tersebut, Pemerintah Daerah melalui
APBD agar dapat mengalokasikan anggaran yang memadai untuk merevitalisasi
pasar-pasar tradisional sehingga pasar tradisional menjadi pasar yang nyaman
dan aman untuk berbelanja maupun berjualan. Dan juga perlu dilakukan penguatan
terhadap usaha kios/warung-warung yang tersebar di dalam perkampungan untuk
membendung laju pertumbuhan minimarket yang kian menjamur. Dengan perbaikan tempat-tempat pemasaran
tersebut, maka produk-produk pangan dan kerajinan masyakat lokal akan bisa
dengan mudah dipasarkan di warung-warung dekat rumah mereka maupun di pasar-pasar
tradisional.
Disamping
itu jika masyarakat setempat membutuhkan
minyak goreng, tabung gas 3 kg, mie instan dan kebutuhan pokok lainnya tidak perlu
lagi membeli di minimarket-minimarket tetapi cukup bisa diperoleh di
kios/warung atau pasar tradisional. Dengan
demikian aliran uang dari daerah ke kota lajunya dapat diperhambat, sedangkan
perputaran uang di daerah akan tetap tinggi. Apabila kondisi seperti itu bisa
terjadi, maka akan tumbuh ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi di daerah yang
pada gilirannya nanti akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Kemudian,
yang paling utama apabila terjadi lagi momen-momen seperti mudik lebaran dimana
orang-orang kota atau orang-orang rantau
pulang kampung dengan membawa serta uang tunai, maka uang tersebut dapat
lebih bermanfaat bagi masyarakat di daerah.
Karena uang yang dibawa orang kota tersebut tidak langsung mengalir
kembali ke kota, tetapi akan meningkatkan perputaran ekonomi di daerah dan akan
menjadi penambah investasi di daerah.
*)
Penulis
adalah Lulusan Magister Managemen Pembangunan Daerah IPB Bogor dan menjabat
sebagai Kabid Akuntansi BPKAD Kota Bekasi.
Tweet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik. Blog ini mengaktifkan fitur moderasi. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi