Oleh : CARDIMAN
(Kasubid Pemerintahan Bappeda
Kota Bekasi)
Sepuluh Maret merupakan hari
keramat bagi masyarakat Kota Bekasi. Pada
setiap tanggal tersebut segenap warga masyarakat Kota Bekasi selalu
memperingatinya sebagai “Hari Jadi” Kota Bekasi. Tahun ini (10 Maret 2011) Kota Bekasi telah
genap berusia 14 tahun. Ibarat anak
remaja “ABG” (Anak Baru Gede), usia 14 merupakan usia yang penuh semangat dan
energik. Lincah bergerak kesana kemari
serta berkarya dan berkarya dengan penuh semangat. Hal demikian dapat dilihat dari
capaian-capaian prestasi baik tingkat
Provinsi Jawa Barat maupun tingkat Nasional yang telah diraihnya.
Salah satu prestasi yang paling monumental
adalah dianugrahinya Piala Adipura sebagai lambang supremasi di bidang
pengelolaan lingkungan hidup. Dikatakan monumental karena Piala Adipura
tersebut diperoleh melalui proses perjuangan dan pengorbanan yang cukup
melelahkan dari seluruh komponen masyarakatnya, mulai dari tahapan sebagai
kota penyandang predikat sebagai “kota
terkotor” selama tiga tahun berturut-turut.
Kemudian menerima penghargaan “Piagam Adipura” pada tahun
berikutnya selama dua tahun berturut-turut dan dipuncaki dengan diraihnya “Piala
Adipura” pada tahun 2010 untuk kategori kota metropolitan. Prestasi-prestasi tingkat nasional lainya yang
telah ditorehkan Kota Bekasi antara lain : penerima Kalpataru dengan
kategori sebagai pembina lingkungan, 10 besar tingkat nasional pengelolaan Pos
Daya, juara I Bina Lingkungan Keluarga (BLK), juara harapan III Bina
Keluarga Balita (BKB), juara III Pusat Informasi Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja (PIK KRR), Piala Citra Pelayanan Prima Tingkat
Nasional (SMAN 1 Bekasi), penerima penghargaan Adiwiyata, juara tingkat
nasional Penerbitan Internal Kategori Pemerintahan (Majalah Bekasi Kotaku), dan
lain-lain.
Potensi Daerah
Letak geografis wilayah Kota
Bekasi posisinya hampir sama dengan wilayah Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi
(Bodetabek) lainnya yaitu berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara Repulik
Indonesia, Jakarta. Memiliki wilayah
dengan posisi dekat dan berbatasan langsung dengan DKI Jakarta mempunyai
keuntungan tersendiri, diantaranya semakin dekat dengan infrastruktur ekonomi/
perdagangan tingkat nasional maupun Internasional seperti pelabuhan
ekspor-impor dan bandara internasional.
Sehingga wilayah Bodetabek memiliki daya saing (competitive
and comperative advantage) lebih tinggi di bandingkan dengan daerah-daerah
lain di luar Bodetabek.
Sisi
negatifnya, bahwa wilayah Bodetabek setiap tahunnya selalu kebanjiran
migrasi penduduk dari daerah-daerah Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Migrasi penduduk secara masal umumnya terjadi
pada saat setelah lebaran idul fitri.
Bahkan pertumbuhan migrasi penduduk di Kota Bekasi tercatat melebihi laju
pertumbuhan penduduk (LPP) berdasarkan kelahiran yaitu hampir mencapai 3% per
tahun, sedangkan LPP berdasarkan kelahiran hanya di bawah 1,5% per tahun. Implikasi dari migrasi penduduk yang
berlebihan tersebut juga menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan aspek kependudukan antara lain: masalah ketenagakerjaan, tempat tinggal,
air bersih, energi, sampah, sarana rekreasi, tata ruang dan lain sebagainya.
Dari sisi potensi sumber daya
alam (SDA), yang membedakan antara wilayah Kota Bekasi dan Wilayah Bodetabek
lainnya adalah bahwa Kota Bekasi tidak memiliki potensi SDA seperti
pertambangan, pertanian, perikanan laut, perkebunan maupun kehutanan. Kalau dilihat dari RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah), wilayah Kota Bekasi dibagi habis menjadi pusat kota dan sub-sub pusat
kota yang didalamnya terdapat pusat perdagangan, jasa, perkantoran, kawasan
industri dan industri kreatif, perumahan serta RTH (Ruang Terbuka Hijau) non
budidaya. Proporsi terbesar ketersediaan
lahan dalam RTRW tersebut akan digunakan bagi penyediaan perumahan yang
luasannya hampir mencapai 60% lebih. Dalam rencana tata ruang tersebut tidak ada plot
untuk kegiatan ekploitasi sumerdaya alam baik untuk kegiatan budidaya pertanian
maupun kegiatan lainnya, karena memang Kota Bekasi tidak memiliki potensi untuk
kegiatan-kegiatan seperti itu.
Namun demikian, potensi
keuangan (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD)) yang dimiliki Kota Bekasi cukup bisa diandalkan. Pada saat Kota Bekasi baru lahir dari rahim
Kabuputen Bekasi, tahun 1997/1998, APBD-nya hanya sebesar Rp.31,4 milyar. Menjelang penerapan otonomi daerah, tahun
2000, APBD Kota Bekasi meningkat menjadi Rp.123,4 milyar. Setelah penerapan otonomi daerah, tahun 2001,
APBD Kota Bekasi meningkat tajam menjadi Rp.362,4 milyar dan pada akhir tahun
2010 APBD-nya meningkat kembali menjadi Rp. 1.748,5 milyar. Begitu juga dengan
PAD-nya, pada tahun 1997/1998 tercatat hanya 4,5 milyar, kemudian meningkat
menjadi Rp. 51,7 milyar pada tahun 2001 dan meningkat kembali menjadi Rp.310,9
milyar pada akhir tahun 2010.
Kalau kita perhatikan, bahwa APBD dan PAD Kota
Bekasi meningkat tajam setelah penerapan otonomi daerah. Peningkatan APBD
berarti akan meningkatkan belanja pemerintah daerah, selanjutnya peningkatan
belanja pemerintah daerah akan mendorong terwujudnya peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian penulis (Cardiman) dalam tesis dengan judul “Strategi
Alokasi Belanja Publik Untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat”, bahwa
penerapan otonomi daerah berpengaruh secara signifikan terhadap indikator kesejahteraan
masyarakat yaitu PDRB per kapita
dan Indek Pembangunan Manusia (IPM).
Sementara itu IPM Kota Bekasi setiap tahun mengalami peningkatan yang
cukup signifikan, tahun 2001 IPM-nya 66,59 kemudian meningkat menjadi 75,48
pada tahun 2005. Selama kurun waktu tersebut Kota Bekasi mampu meningkatkan IPM-nya
hingga 9,89 poin. Posisi IPM Kota Bekasi saat ini berada di
peringkat dua di wilayah Jawa Barat dan Bodetabek setelah Kota Depok.
Melihat kenyataan di atas,
masyarakat Kota Bekasi pasti akan merasa optimis untuk menatap masa
depannya. Betapa tidak, karena trend
pertumbuhan APBD dan PAD cenderung selalu meningkat. Mereka seakan melihat bahwa masih ada asa
di tahun 2011 ini dan di tahun-tahun yang akan datang.
Indikator Makro Ekonomi
Walaupun ada sebagian pakar
terutama pakar lingkungan hidup kurang menyetujuinya, namun pengukuran
keberhasilan pembangunan daerah/negara melalui instrumen makro ekonomi ini
selalu di terapkan baik di tingkat pemerintah daerah, nasional maupun
internasional. Instrumen tersebut antara
lain: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB per kapita, Laju Pertumbuhan
Ekonomi (LPE), tingkat pengangguran terbuka (unemployment), dan persentase
penduduk miskin.
PDRB Kota Bekasi pada
tahun1997/1998 tercatat Rp.5,4 triliyun dengan PDRB per kapita Rp.3,8 juta,
kemudian meningkat menjadi Rp.10,1 triliyun untuk PDRB tahun 2001 dengan PDRB
per kapita Rp.6,3 juta. Selanjutnya pada tahun 2009, PDRB Kota Bekasi meningkat
kembali menjadi 31,5 triliyun dengan PDRB per kapita Rp.13,4 juta. Kontribusi PDRB
Kota Bekasi terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat sebesar 4,83% dan kontribusi ini
lebih besar dari kontribusi rata-rata kabupaten/kota se-Jawa Barat. Sedangkan
PDRB per kapita yang ideal adalah $3.000 atau Rp.30 juta (Kurs $1=Rp.10.000). PDRB per kapita Kota Bekasi ternyata masih
jauh dari batas PDRB per kapita ideal. Apabila PDRB per kapita telah mencapai $3.000
mengindikasikan bahwa masyarakatnya sebagian besar telah berada pada level
kelas menengah dan atas.
LPE Kota Bekasi selama dua
tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Tahun 2008 hanya tumbuh 5,94% dan pada tahun
2009 pertumuhan ekonominya lebih melambat lagi yaitu hanya tumbuh 4,13%. Walaupun pada tahun-tahun sebelumnya, tahun
1997/1998 sampai tahun 2007, memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat
hingga mencapai 6,44%. LPE 4,13%
merupakan pertumbuhan terendah di wilayah perkotaan se-Jawa Barat dan peringkat
ke-23 dari 26 Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat.
Imbas dari perlambatan
pertumbuhan ekonomi tersebut akan
berpengaruh langsung terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan. Karena setiap kenaikan 1% LPE akan menyerap
tenaga kerja sebanyak 17.323 orang (Bappeda Kota Bekasi, 2010). Sehingga bila kinerja makro ekonominya tidak
bisa dijaga agar tetap stabil dan tidak merosot, maka secara pasti dan tinggal
tunggu waktu akan terjadi penumpukkan pengangguran yang pada gilirannya akan
menambah panjang daftar masyarakat miskin.
Dengan melihat kinerja makro
ekonomi selama tiga tahun terakhir, maka sangat wajar bila masyarakat akan
bertanya :”Masih adakah asa bagi kami masyarakat Kota Bekasi?”. Jawabannya, tentunya ada pada para pengambil
kebijakan ekonomi pada masing-masing level di Pemerintah Kota
Bekasi. Happy Birthday Kota-ku tercinta, Kota Bekasi. Semoga kelak kota-ku menjadi kota yang
mandiri, penuh prestasi.
Padurenan, Mustikajaya Februari 19-2011.